Monday, August 10, 2009

KEPEKAAN MIKROBA TERHADAP ANTIMIKROBA

BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Mikroorganisme adalah makhluk hidup yang memiliki aktivitas yang berupa tumbuh dan berkembang. Kadang kala pertumbuhan dan perkembangan mikroorganisme ini terganggu. Hal ini dapat dipengaruhi baik dari mikroba itu sendiri ataupun dari luar. Salah satu pengaruh yang paling berkompoten adalah antimikroba (Gobel, 2008)..
Anti mikroba adalah senyawa yang dapat menghambat atau membunuh mikroorganisme hidup. Senyawa yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri disebut bakteriostatik dan yang dapat membunuh bakteri disebut bakterisida. Atau dengan kata lain disebut juga antiboitika yaitu bahan-bahan yang bersumber hayati yang pada kadar rendah sudah menghambat pertumbuhan mikroorganisme hidup (Gobel, 2008)..
Antimikroba selain diperoleh dari bahan-bahan sintetik akhir-akhir ini banyak ditemukan berbagai macam antimikroba dari bahan alam seperti pada tanaman, rempah-rempah atau dari mikroorganisme (Gobel, 2008).
Akan tetapi mikroorganisme memilki kepekaan yang spesifik terhadap zat antimikroba. Kadang kala suatu mikroba peka terhadap suatu mikroba tetapi tidak peka terhadap antimikroba lain. Oleh karenanya dilakukanlah percobaan kali ini guna mengetahui kepekaa mikroba terhadap antimikroba yang dalam hal ini digunakan antimikroba yang berasal dari tanaman dan larutan antibiotik.


I.2 Tujuan Percobaan
Adapun tujuan dari percobaan ini adalah :
Untuk mengetahui kepekaan mikroba terhadap antimikroba yang berasal dari tanaman dan antibiotik, serta untuk mengukur zona hambatan.


I.3 Waktu dan Tempat Percobaan
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Rabu, 26 Maret 2009, pukul 14.00- 17.30 WITA dan bertempat di Laboratorium Mikrobiologi, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin, Makassar.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Antimikroba adalah senyawa yang dapat menghambat atau membunuh mikroorganisme hidup. Senyawa yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri disebut bakteriostatik dan yang membunuh bakteri disebut bakteriosida (Gobel, 2008).
Suatu zat antimikroba yang ideal memiliki toksisitas tidak membahayakan inang. Toksisitas selektif dapat berupa fungsi dari suatu reseptor khusus yang dibutuhkan untuk perlekatan obat atau dapat bergantung pada penghambatan proses biokimia yang penting untuk parasit tetapi tidak untuk inang (Gobel, 2008).
Kebanyakan antibiotika ditemukan pada pelaksanaan “program penapisan”. Program demikian yang dimulai dengan pengapungan dalam cuplikan tanah melalui tahap sampai percobaan hewan. Pada uji deretan pengenceran, antibiotika diencerkan dengan larutan biak yang telah ditanami dengan kuman uji menurut tahapan pengenceran (Gobel, 2008).
Kebanyakan organisme aerob yang mengoksidasi karbohidrat menjadi karbondioksida dan air menggunakan daur asam sitrat untuk oksidasi akhir asetat. Bakteri mampu mengurai berbagai senyawa yang mencakup karbohidrat, protein, asam nukleat dan lemak (Gobel, 2008).
Selama fermentasi berlangsung, hasil antara yang terjadi karena katabolisme suatu substrat organik (seperti glukosa) bertindak sebagai penerima elektron terakhir, yang demikian diperoleh hasil fermentasi yang stabil.Suatu zat antibiotik kemoterapeutik yang ideal hendaknya memiliki sifat-sifat sebagai berikut (Fardiaz, 1992) :
1. Harus mempunyai kemampuan untuk merusak atau menghambat mikroorganisme patogen
spesifik. Makin besar jumlah dan macam mikroorganisme yang dipengaruhi, makin
baik. Antibiotik berspektrum luas efektif terhadap banyak spesies.
2. Tidak mengakibatkan berkembangnya bentuk-bentuk resisten parasit.
3. Tidak menimbulkan efek sampingan yang tidak dikehendaki pada inang, seperti
reaksi alergis, kerusakan pada saraf, iritasi pada ginjal atau saluran
gastrointestin.
4. Tidak melenyapkan flora mikrobe normal pada inang. Gannguan terhadap flora normal
dapat mengacaukan “keseimbangan alamiah”, sehingga memungkinkan mikrobe yang
biasanya non patogenik atau bentuk-bentuk patogenik yang semula dikendalikan oleh
flora normal, untuk menimbulkan infeksi baru. Penggunaan antibiotik berspektrum
luas
untuk waktu lama misalnya dapat melenyapkan flora bakteri normal tetapi tidak melenyapkan Monilia (cendawan) dari saluran pencernaan. Dalam keadaan demikian Monilia dapat menimbulkan infeksi.
5. Harus dapat diberikan melalui mulut tanpa diinaktifkan oleh asam lambung, atau
melalui suntikan (parenteral) tanpa terjadi pengikatan dengan protein darah.
6. Memiliki taraf kelarutan yang tinggi dalam zat alir tubuh.

Berdasarkan mekanisme kerjanya dapat digolongkan menjadi (Bibiana, 1992) :
1. Penghambatan pertumbuhan oleh analog
Dalam kelompok ini termasuk sulfonamida. Pada umumnya bakteri memerlukan para-aminobensoat (PABA) untuk sintesis asam folat yang diperlukan dalam sintesis purin. Sulfonamida memiliki struktur seperti PABA, sehingga penggunaan sulfonamida menghasilkan asam folat yang tidak berfungsi.
2. Penghambatan sintesis dinding sel
Perbedaan struktur sel antara bakteri dan eukariot menguntungkan bagi penggunaan bahan antimikrobial. Penicilin dan Cephalosporin sebagai contoh klasik. Kedua antibiotik ini menyebabkan penghambatan pada pembentukan iakatan sebrang silang.
Pada konsentrasi rendah, penicillin menghambat pembentukan ikatan glikosida, sehingga pembentukan dinding sel baru akan terganggu . Sebagai akibat terlihat bakteri dengan bentuk sel yang panjang tanpa dinding sekat. Pada konsentrasi tinggi, ikatan sebrang silang terganggu dan pembentukan dinding sel terhenti. Penghambatan pembentukan ikatan sebrang silang disebabkan kedua antibiotik tersebut merupakan analog dari D-ala.
Peptodoglikan yang merupakan sasaran utama kedua antibiotik ini tidak ditemukan pada eukariot, sehingga efek toksiknya tidak ada pada inang.
3. Penghambatan fungsi membran sel
Membran sel bakteri dan fungi dapat dirusak oleh beberapa bahan tertentu tanpa merusak sel inang. Polymxin berdaya kerja terhadap bakteri Gram-negatif, sedangkan antibiotik polyene terhadap fungi. Namun demikian penggunaan keduan antibiotik ini tidak dapat ditukar balik. Ini berarti bahwa polymixin tidak berdaya kerja terhadap fungi. Hal ini disebabkan karena membran sel bakteri pada umumnya tidak mengandung sterol, sedangkan pada fungi ditemukan sterol. Polyene harus bereaksi dengan sterol dalam membran sel fungi sebelum memp[unyai kemampuan merusak membran.
4. Penghambatan Sintesis protein
Kebanyakan antibiotic ditemukan pada pelaksanaan "program penapisan ". program demikian yang dimulai dengan pengapungan dalam cuplikan tanah melalui tahap sampai percobaan hewan. Pada uji deretan pengenceran, antibiotic diencerkan dengan larutan biak yang telah ditanami dengan kuman uji menurut tahap pengenceran.
Antibiotik-antibiotik ini pertama ditemukan secara kebetulan karena membentuk cincin-cincin hambatan. Di atas cawan agar biak yang ditumbuhi secara padat dengan kuman uji nampak terjadi pertumbuhan disekeliling koloni fungi atau streptomiset; antibiotika yang berdifusi ke luar koloni ke dalam agar dan mengakibatkan pembentukan cincin-cincin hambatan di dalam lapangan pertumbuhan bakteri yang padat. Sebagai kuman uji digunakan mikroorganisme yang representative. Uji kualitatif dari pembuat antibiotic sudah terpenuhi dengan menumbuhkannya dipusat sebuah lempengan agar biak dengan masing-masing bakteri indicator yang dioleskan secara radial. Sesudah inkubasi dapat diketahui spectrum pengaruh antibiotic dengan manilai besarnya hamabatan pertumbuhan dari masing-masing organisme indicator. Dengan menilik pengaruhnya terhadap gram positif dan negative, terhadap ragi, dermatofit dan mikroorganisme lain, antiniotik menunjukkan perbedaan-perbedaan karakter istik (Schlegel, 1994).
Sebelum suatu antibiotidigunakan untuk keperluan pengobatan, maka terlebih dahulu antibiotic diuji terhadap spesies bakteri tertentu. Pada medium agar yang telah disebari spesies bekteri tertentu diletakkan beberapa konsentrasi tertentu. Jika sudah 24 jam, kemudian tidak nampak pertumbuhan bakteri maka hal demikian berarti bakteri itu tersekik pertumbuhannya oleh antibiotic yang terkandung dalam kepingan kertas. Besar kecilnya daerah kosong sekitar kepingan kertas sesuai dengan konsentrasi antibiotic yang terkandung di dalamnya. Zat-zat yang dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri dapat dibagi atas garam-garam logam, fenol dan senyawa-senyawa lain yang sejenis, formaldehid, alcohol, yodium, klor dan persenyawaan klor, zat warna, detergen, sulfonamide dan antibiotik (Dwijoseputro, 1989)..
Antibiotik yang efektif bagi spesies bakteri baik kokus, basil maupun spiral dikatakan mempunyai spectrum luas. Penicillin hanya efektif untuk memberantas terutama jenis kokus oleh karena itu penisilin dikatakan mempunyai spektrum luas (Dwijoseputro, 1989).
Banyak faKtor dan keadaan dapat mempengaruhi penghambatan atau pembasmian mikroorganisme oleh bahan atau proses antimikrobial. Kesemua ini harus dipertimbangkan bagi efektifnya penerapan praktis metode-metode pengendalian (Pelczar, 1988).


BAB III
METODOLOGI
III.1.1 Alat
Alat yang digunakan yaitu botol pengencer, pipet tetes, cuvet, autoklaf, corong, timbangan OHAUS, sentrifus, enkas, cawan petri, sendok tanduk, lampu spirtus, rak tabung, botol fial, Laminary Air Flow, dan inkubator.

III.2 Bahan
Bahan yang digunakan yaitu ekstrak bawang putih, ekstrak sambiloto, ekstrak kunyit putih, aquades, amoksisilin, ampisilin, kertas label, kertas saring, aluminium foil, medium Nutrien Agar (NA), alkohol 70 %, tissue, paper disk, biaakn Bacillus subtilis, biakan Salmonella typii, dan swab steril.
III.2 Cara Kerja
a. Kepekaan Mikroba Terhadap Antimikroba Asal Tanaman
- Menimbang kunyit putih, bawang putih, dan daun sambiloto masing-masing 20 gram serta air sebanyak 20 ml
- Membuat ekstrak masing-masing bahan dengan menggunakan blender untuk menghaluskannya keudian menyaringnya dengan penyaring dan kertas saring agar ampas tidak ikut terambil
- Mengisi botol pengencer dengan aquades sebanyak 9 ml lalu membuat pengenceran masing -masing bahan
- Membuat pengenceran 10-1,10-2, dan 10-3 masing-masing bahan dengan cara mengambil 1 ml ekstrak lalu memasukkannya dalam botol pengencer 10-1 lalu menghomogenkannya. Setelah itu, membuat pengenceran 10-2 dengan cara mengambil 1 ml dari pengenceran 10-1 lalu menghomogenkannya, begitupun dengan pengenceran 10-3 dengan cara mengambil 1 ml dari pengenceran 10-2 lalu menghomogenkannya
- Memasukkan masing-masing bahan dalam cuvet lalu melakukan sentrifus selama 35 menit untuk memisahkan natan dan supernatannya.
- Mengambil supernatan lalu menempatkannya dalam botol fial dan merendam kertas disk pada masing-masing bahan yang telah dimasukkan dalam botol fial
- Menuang medium NA cair ke dalam 6 buah cawan petri dan menunggunya sampai padat. Membagi tiga masing-masing cawan petri untuk pengenceran
10-1, 10-2, dan 10-3. Masing-masing ekstrak 2 cawan petri, 1 untuk Bacillus subtilis dan 1untuk Salmonella typii
- Menggores medium NA dengan ose bulat yang telah diolesi bakteri
- Mengambil kertas disk yang telah direndam dalam supernatan dan memasukkannya dalam cawan petri pada setiap pengenceran masing-masing 1 kertas disk
- Menuang sisa supernatan ke dalam cawan petri lain, lalu melakukan isolasi dengan cara tuang yaitu menuangkan medium NA cair ke atas supernatan lalu memutarnya tujuh kali ke kiri dan tujuh kali ke kanan
- Membagi 2 bagian cawan petri, ½ untuk Bacillus subtilis dan ½ untuk Salmonella typii
- Menggores medium NA dengan bakteri di atas dengan menggunakan ose bulat setelah medium NA padat
- Menginkubasikan semua capet selama 1-2x24jam
- Mengamati perubahan yang terjadi
B. Kepekaan Mikroba Terhadap Antimikroba Asal Antibiotik
- Menghaluskan antibiotik amoksisilin dan ampisilin lalu menimbangnya sebanyak 1,3 gram dengan neraca OHAUS kemudian mencampurnya dengan aquades sebanyak 10 ml dan menghomogenkannya
- Mengisi botol pengencer dengan aquades sebanyak 9 ml lalu membuat pengenceran masing -masing bahan
- Membuat pengenceran 10-1,10-2, dan 10-3 masing-masing bahan dengan cara mengambil 1 ml ekstrak lalu memasukkannya dalam botol pengencer 10-1 lalu menghomogenkannya. Setelah itu, membuat pengenceran 10-2 dengan cara mengambil 1 ml dari pengenceran 10-1 lalu menghomogenkannya, begitupun dengan pengenceran 10-3 dengan cara mengambil 1 ml dari pengenceran 10-2 lalu menghomogenkannya
- Memasukkan masing-masing bahan dalam cuvet lalu melakukan sentrifus selama 35 menit untuk memisahkan natan dan supernatannya.
- Mengambil supernatan lalu menempatkannya dalam botol fial dan merendam kertas disk pada masing-masing bahan yang telah dimasukkan dalam botol fial
- Menuang medium NA cair ke dalam 6 buah cawan petri dan menunggunya sampai padat. Membagi tiga masing-masing cawan petri untuk pengenceran 10-1, 10-2, dan 10-3. Masing-masing ekstrak 2 cawan petri, 1 untuk Bacillus subtilis dan 1untuk Salmonella typii
- Menggores medium NA dengan ose bulat yang telah diolesi bakteri
- Mengambil kertas disk yang telah direndam dalam supernatan dan memasukkannya dalam cawan petri pada setiap pengenceran masing-masing 1 kertas disk
- Menuang sisa supernatan ke dalam cawan petri lain, lalu melakukan isolasi dengan cara tuang yaitu menuangkan medium NA cair ke atas supernatan lalu memutarnya tujuh kali ke kiri dan tujuh kali ke kanan
- Membagi 2 bagian cawan petri, ½ untuk Bacillus subtilis dan ½ untuk Salmonella typii
- Menggores medium NA dengan bakteri di atas dengan menggunakan ose bulat setelah medium NA padat
- Menginkubasikan semua capet selama 1-2x24jam
- Mengamati perubahan yang terjadi
2 Pembahasan
a. Kepekaan mikroba terhadap antimikroba asal tanaman
Percobaan ini menggunakan ekstrak kunyit putih, bawang putih, dan daun sambiloto yang berfungsi sebagai antimikroba yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba. Bawang putih mengandung minyak atsiri yang bersifat antibakteri dan antiseptik. Kunyit putih juga mengandung minyak atsiri yang dapat memberi efek antimikroba selain itu kunyit putih juga mengandung curcumin yang memiliki aktivitas antioksidan. Sambiloto mengandung flavanoid yang merupakan antibakteri terhadap Staphylococcus aereus dan Eschericia coli. Pada percobaan ini digunakan pengenceran 10-1, 10-2, dan 10-3. Hal ini dilakukan untuk mengetahui pengenceran yang lebih kaut dalam menghambat pertumbuhan mikroba.
Berdasarkan teori, pengenceran 10-1 seharusnya terdapat sedikit bakteri karena larutannya lebih pekat. Berdasarkan pengamatan diperoleh pada bawang putih pengenceran 10-1 terdapat 1 koloni Salmonella typii dan 10 bakteri Bacillus subtilis, pengenceran 10-2 terdapat 1 koloni Salmonella typii dan 29 bakteri Bacillus subtilis, serta pengenceran 10-3 sama-sama terdapat 19 bakteri baik Salmonella typii dan Bacillus subtilis. Hal ini menunjukkkan bahwa percobaan ini sesuai dengan teori dimana lebih sedikit bakteri yang tumbuh pada pengenceran 10-1 yang menunjukkan larutannya pekat sehingga dapat menghambat pertumbuhan mikroba terutam Salmonella typii.
b. Kepekaan mikroba terhadap antimikroba asal antibiotik
Percobaan ini menggunakan antibiotik berupa amoksisilin dan ampisilin dimana kedua-duanya merupakan penisilin. Penisilin merupakan kelompok antibiotika Beta Laktam yang telah lama dikenal. Penisilin dapat menghambat pertumbuhan mikopeptida yang diperlukan untuk sintesis dinding sel mikroba. Terhadap mikroba yang sensitif, penisilin akan menghasilkan efek bakterisida (membunuh kuman) pada mikroba yang sedang aktif membelah. Dalam keadaan metabolik tidak aktif (tidak membelah) praktis tidak dipengaruhi oleh penisilin, kalaupun ada pengaruhnya hanya bakteriostatik (menghambat perkembangan). Berdasarkan hasil pengamatan, baik pada amoksilin maupun ampisilin pada pengenceran 10-1 terdapat sedikit bakteri dibandingkan dengan pengenceran 10-2 dan 10-3. Hal ini sesuai dengan teori dimana pengenceran yang lebih pekat yang lebih kuat menghambat pertumbuhan mikroba. Amoksisilin dan ampisilin juga lebih peka dalam menghambat pertumbuhan bakteri Salmonella typii daripada Bacillus subtilis.
c. Kepekaan mikroba terhadap antimikroba yang menggunakan kertas disk
Pada percobaan yang menggunakan kertas disk digunakan ampisilin, amoksisilin, bawang putih, kunyit putih, dan sambiloto. Kertas disk berfungsi sebagai penghambat perkembangan mikroba yang ditandai dengan adanya daerah bening di sekitar daerah kertas disk. Pada bakteri Bacillus subtilis hanya bakterisida berupa ampisilin yang menimbulkan daerah bening di sekitar kertas disk yaitu pada pengenceran 10-1. Pad bakteri Salmonella typii bakerisida berupa amoksisilin dan bawang putih yang menimbulkan daerah bening di sekitar kertas disk. Hal ini menunjukkan bahwa ampisilin dapat menghambat pertumbuhan dari bakteriBacillus subtilis sedangkan amoksisilin dan bawang putih dapat enghambat pertumbuhan bakteri Salmonella typii.




BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Kesimpulan percobaan ini adalah :
1. Antimikroba yang berasal dari tanaman dapat menghambat pertumbuhan mikroba yang ditandai dengan sedikitnya mikroba yang hidup dan adanya daerah bening di sekitar paper disk pada antimikroba berupa bawang putih. Yang paling baik dalam menghambat pertumbuhan mikroba adalah bawang putih. Bawang putih, kunyit putih, dan sambiloto dapat menghambat pertumbuhan bakteri karena mengandung minyak atsiri dan curcumin.
2. Antimikroba yang berasal dari tanaman dapat menghambat pertumbuhan mikroba yang ditandai dengan sedikitnya mikroba yang hidup dan adanya daerah bening pada antimikroba ampisilin dan amoksisilin. Yang paling baik dalam menghambat pertumbuhan mikroba adalah ampisilin.
V.2 Saran
Sebaiknya alat-alat laboratorium diperbanyak dan alat-alat yang rusak segera diperbaiki agar praktikum dapat berjalan dengan lancar






DAFTAR PUSTAKA
Dwidjoseputro, D., 1989. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Djambatan. Malang.
Fardias, S., 1990. Mikrobiologi Pangan,ITB, Bandung.
Gobel, B. Risco, Zaraswati Dwyana, As`adi Abdullah. 2002. Mikrobiologi Umum Dalam Praktek. Universitas Hasanuddin. Makassar.
Lay, Bibiana, dkk., 1992. Mikrobiologi. Rajawali Press. Bandung.
Pelczar, Michael., dan E.C.S. Chan., 1986. Dasar-Dasar Mikrobiologi.UI Press. Jakarta
Schlegel G Hans., 1994. Mikrobiologi Umum. Gadjah Mada University press. Yogyakarta.

KURVA PERTUMBUHAN MIKROORGANISME

BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Pertumbuhan merupakan proses bertambahnya ukuran atau subtansi atau masa zat suatu organisme, misalnya kita makhluk makro ini dikatakan tumbuh ketika bertambah tinggi, bertambah besar atau bertambah berat. Pada organisme bersel satu pertumbuhan lebih diartikan sebagai pertumbuhan koloni, yaitu pertambahan jumlah koloni, ukuran koloni yang semakin besar atau subtansi atau masssa mikroba dalam koloni tersebut semakin banyak, pertumbuhan pada mikroba diartikan sebagai pertambahan jumlah sel mikroba itu sendiri. Pertumbuhan merupakan suatu proses kehidupan yang irreversible artinya tidak dapat dibalik kejadiannya. Pertumbuhan didefinisikan sebagai pertambahan kuantitas konstituen seluler dan struktur organisme yang dapat dinyatakan dengan ukuran, diikuti pertambahan jumlah, pertambahan ukuran sel, pertambahan berat atau massa dan parameter lain. Sebagai hasil pertambahan ukuran dan pembelahan sel atau pertambahan jumlah sel maka terjadi pertumbuhan populasi mikroba (Iqbalali, 2008).
Pertumbuhan mikroba dalam suatu medium mengalami fase-fase yang berbeda, yang berturut-turut disebut dengan fase lag, fase eksponensial, fase stasioner dan fase kematian. Pada fase kematian eksponensial tidak diamati pada kondisi umum pertumbuhan kultur bakteri, kecuali bila kematian dipercepat dengan penambahan zat kimia toksik, panas atau radiasi (Iqbalali, 2008).
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka dilaksanakanlah praktikum ini untuk mengetahui kurva pertumbuhan mikroorganisme serta fase- fase dan perhitungan kecepatan pertumbuhan mikroorganisme.


I.2 Tujuan Percobaan
Adapun tujuan dari percobaan ini adalah :
1. Untuk mengetahui kurva pertumbuhan mikroorganisme
2. Untuk mengetahui fase- fase pertumbuhan mikroorganisme
3. Untuk mengetahui perhitungan kecepatan pertumbuhan mikroorganisme


I.3 Waktu dan Tempat Percobaan
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Rabu, 01 April 2009,pukul 14.00-17.30 WITA dan bertempat di Laboratorium Mikrobiologi, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin, Makassar.



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Waktu generasi adalah waktu yang diperlukan oleh mikroorganisme untuk meningkatkan jumlah sel menjadi dua kali lipat jumlah semula. Kurva pertumbuhan mikroorganisme terdiri atas empat fase yaitu fase penyesuaian (lag phase), fase eksponensial atau fase logaritmik, fase stasioner dan fase kematian. Pada fase eksponensial terjadi peningkatan jumlah sel dan digunakan untuk untuk menentukan waktu generasi (Yudhabuntara, 2003)
Pertumbuhan pada mikroorganisme diartikan sebagai penambahan jumlah atau total massa sel yang melebihi inokulum asalnya. Telah dijelaskan pada bahasan sebelumnya, bahwa sistem reproduksi bakteri adalah dengan cara pembelahan biner melintang, satu sel membelah diri menjadi 2 sel anakan yang identik dan terpisah. Selang waktu yang dibutuhkan bagi sel untuk membelah diri menjadi dua kali lipat disebut sebagai waktu generasi. Waktu generasi pada setiap bakteri tidak sama, ada yang hanya memerlukan 20 menit bahkan ada yang memerlukan sampai berjam-jam atau berhari-hari (Sumarsih,2003).
Bila bakteri diinokulasikan ke dalam medium baru, pembiakan tidak segera terjadi tetapi ada periode penyesuaian pada lingkungan yang dikenal dengan pertumbuhan. Kemudian akan memperbanyak diri (replikasi) dengan laju yang konstan, sehingga akan diperoleh kurva pertumbuhan. Pada kurva pertumbuhan dikenal beberapa fase pertumbuhan, yaitu (Admin, 2008):

Fase lamban
Fase lamban merupakan periode awal dan merupakan fase penyesuaian diri (adaptasi), sehingga tidak ada pertambahan jumlah sel bahkan kadang-kadang jumlah sel menurun.

Fase cepat
Fase cepat merupakan periode pembiakan yang cepat. Pada periode ini dapat teramati ciri-ciri sel yang aktif. Waktu generasi pada setiap bakteri dapat ditentukan pada fase cepat ini. Pada fase tersebut dapat terlihat beberapa sel mulai membelah, yang lainnya setengah membelah, dan yang lainnya lagi selesai membelah.

Fase statis
Pada fase statis pembiakan mulai berkurang dan beberapa sel mati. Apabila laju pembiakan sama dengan laju kematian, maka secara keseluruhan jumlah sel tetap konstan. Hal ini dapat disebabkan karena berkurangnya nutrien ataupun terbentuknya produk metabolisme yang cenderung menumpuk mungkin menjadi racun bagi bakteri yangbersangkutan.

Fase kematian
Fase kematian merupakan fase dimana proses pembiakan telah berhenti. Sel-selnya sudah mati, yang kemudian akan diikuti dengan proses lisis. Apabila laju kematian melampaui laju pembiakan, maka jumlah sel sebenarnya menurun.
Pertumbuhan bakteri pada umumnya ditandai dengan empat fase yang khas, yakni periode awal yang tampaknya tanpa pertumbuhan (fase lamban atau lag phase) diikuti leh suatu periode pertumbuhan yang cepat (fase log), kemudian mendatar (fase statis atau stationary phase), dan akhirnya diikuti oleh suau penurunan polpulasi sel-sel hidup (fase kematian atau penurunan). Di antara setiap fase ini ada suatu periode peralihan yang menunjukkan lamanya waktu sebelum semua sel memasuki fase yang baru. Ciri-ciri tambahan ang berkaitan dengan keempat fase pertumbuhan tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini (filzahazny, 2008) :
Fase Pertumbuhan Ciri
Lamban (lag) Tidak ada pertambahan populasi
Sel mengalami perubahan dalam komposisi kimiawi dan bertambah ukurannya; substansi intraseluluer bertambah
Logaritma (eksponensial) Sel membelah dengan laju yang konstan
Massa menjadi dua kali lipat dengan laju sama
Aktifitas metabolic konstan
Keadaan pertumbuhan seimbang
Statis Penumpukan produk beracun dan kehabisan nutrient Beberapa sel mati sedangkan yang lain tumbuh dan membelahJumlah sel hidup menjadi tetap
Penurunan atau kematian Sel menjadi mati lebih cepat daripada terbentuknya sel-sel baru
Laju kematian mengalami percepatan menjadi eksponensial
Bergantung pada spesiesnya, semua sel mati dalam waktu beberapa hari atau beberapa bulan

Pertumbuhan dapat diamati dari meningkatnya jumlah sel atau massa sel (berat kering sel). Pada umumnya bakteri dapat memperbanyak diri dengan pembelahan biner,yaitu dari satu sel membelah menjadi 2 sel baru, maka pertumbuhan dapat diukur dari bertambahnya jumlah sel. Waktu yang diperlukan untuk membelah diri dari satu sel menjadi dua sel sempurna disebut waktu generasi. Waktu yang diperlukan oleh sejumlah sel atau massa sel menjadi dua kali jumlah/massa sel semula disebut doubling time atau waktu penggandaan. Waktu penggandaan tidak sama antara berbagai mikrobia, dari beberapa menit, beberapa jam sampai beberapa hari tergantung kecepatan pertumbuhannya. Kecepatan pertumbuhan merupakan perubahan jumlah atau massa sel per unit waktu (Sumarsih, 2003).
Adapun perhitungan pertumbuhan mikroba (Sumarsih, 2003):
Dari hasil pembelahan sel secara biner:
1 sel menjadi 2 sel
2 sel menjadi 4 sel 21 menjadi 22 atau 2x2
4 sel menjadi 8 sel 22 menjadi 23 atau 2x2x2
Dari hal tersebut dapat dirumuskan menjadi:
N = N0 2n
N: jumlah sel akhir, N0: jumlah sel awal, n: jumlah generasi Waktu generasi = t / n , t: waktu pertumbuhan eksponensial, n: jumlah generasi
Dalam bentuk logaritma, rumus N = N0 2n menjadi:
log N = log N0 + n log 2
log N – log N0 = n log 2
n = log N – log N0 = log N – log N0
log 2 0,301
Contoh:
N = 108 , N0 = 5x107 , t = 2
Dengan rumus dalam bentuk logaritma:
n = log 108 – log (5x 107) = 8 – 7,6 =1
0,301 0,301
Jadi waktu generasi = t/n = 2/1 = 2 jam
Waktu generasi juga dapat dihitung dari slope garis dalam plot semilogaritma kurva
pertumbuhan eksponensial, yaitu dengan rumus, slope = 0,301/ waktu generasi. Dari
grafik pertumbuhan tersebut diketahui bahwa slope = 0,15, sehingga juga diperoleh
waktu generasi = 2 jam
Usaha pengendalian mikroorganisme dapat dilaksanakan apabila faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan atau perkembangbiakan mikroorganisme telah diketahui sebelumnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi tersebut umumnya dibagi ke dalam lima bahasan yaitu (Yudhabuntara, 2003) :
Faktor intrinsik
Faktor intrinsik meliputi pH, aktivitas air (activity of water, aw), kemampuan mengoksidasi-reduksi (redoxpotential, Eh), kandungan nutrien, bahan antimikroba dan struktur bahan makanan.
Ukuran keasaman atau pH adalah log10 konsentrasi ion hidrogen. Lazimnya bakteri tumbuh pada pH sekitar netral (6,5 – 7,5) sedangkan kapang dan ragi pada pH 4,0-6,5.
Aktivitas air (aw) adalah jumlah air yang tersedia untuk pertumbuhan mikrobia dalam pangan. Kemampuan mengoksidasi-reduksi (redoxpotential, Eh) adalah perbandingan total daya mengoksidasi (menerima elektron) dengan daya mereduksi (memberi elektron).
Pertumbuhan mikroorganisme memerlukan air, energi, nitrogen, vitamin dan faktor pertumbuhan, mineral. Air yang tersedia untuk pertumbuhan mikroorganisme ditentukan oleh aw bahan makanan. Sebagai sumber energi, mikroorganisme memanfaatkan karbohidrat, alkohol dan asam amino yang terdapat dalam bahan makanan. Faktor pertumbuhan yang diperlukan adalah asam amino, purin dan pirimidin, serta vitamin.
Struktur bahan makanan yang dapat mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme misalnya lemak karkas dan kulit pada karkas unggas dan karkas babi dapat melindungi daging dari kontaminasi mikroorganisme.
Faktor ekstrinsik
Faktor ekstrinsik yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme adalah suhu penyimpanan dan faktor luar lainnya yang pada prinsipnya berhubungan dengan pengaruh atmosferik seperti kelembaban, tekanan gas/keberadaan gas, juga cahaya dan pengaruh sinar ultraviolet.
Faktor proses
Semua proses teknologi pengolahan bahan makanan mengubah lingkungan mikro bahan makanan tersebut. Proses tersebut dapat berupa pemanasan, pengeringan, modifikasi pH, penggaraman, curing, pengasapan, iradiasi, tekanan tinggi, pemakaian medan listrik dan pemberian bahan imbuhan pangan.
Faktor implisit
Faktor lain yang berperan adalah faktor implisit yaitu adanya sinergisme atau antagonisme di antara mikroorganisme yang ada dalam “lingkungan” bahan makanan. Ketika mikroorganisme tumbuh pada bahan makanan dia akan bersaing untuk memperoleh ruang dan nutrien. Dengan demikian akan terjadi interaksi di antara mikroorganisme yang berbeda. Interaksi ini dapat saling mendukung maupun saling menghambat (terjadi sinergisme atau antagonisme).
Bakteri merupakan organisme kosmopolit yang dapat kita jumpai di berbagai tempat dengan berbagai kondisi di alam ini. Mulai dari padang pasir yang panas, sampai kutub utara yang beku kita masih dapat menjumpai bakteri. Namun bakteri juga memiliki batasan suhu tertentu dia bisa tetap bertahan hidup, ada tiga jenis bakteri berdasarkan tingkat toleransinya terhadap suhu lingkungannya:
1. Mikroorganisme psikrofil yaitu mikroorganisme yang suka hidup pada suhu yang dingin, dapat tumbuh paling baik pada suhu optimum dibawah 20oC.
2. Mikroorganisme mesofil, yaitu mikroorganisme yang dapat hidup secara maksimal pada suhu yang sedang, mempunyai suhu optimum di antara 20oC sampai 50oC
3. Mikroorganisme termofil, yaitu mikroorganisme yang tumbuh optimal atau suka pada suhu yang tinggi, mikroorganisme ini sering tumbuh pada suhu diatas 40oC, bakteri jenis ini dapat hidup di tempat-tempat yang panas bahkan di sumber-sumber mata air panas bakteri tipe ini dapat ditemukan, pada tahun 1967 di yellow stone park ditemukan bakteri yang hidup dalam sumber air panas bersuhu 93-94oC
Dalam pertumbuhannya bakteri memiliki suhu optimum dimana pada suihu tersebut pertumbuhan bakteri menjadi maksimal. Dengan membuat grafik pertumbuhan suatu mikroorganisme, maka dapat dilihat bahwa suhu optimum biasanya dekat puncak range suhu. Di atas suhu ini kecepatan tumbuh mikroorganisme akan berkurang. diperlukan suatu metode. Metode pengukuran pertumbuhan yang sering digunakan adalah dengan menentukan jumlah sel yang hidup dengan jalan menghitung koloni pada pelat agar dan menentukan jumlah total sel/jumlah massa sel. Selain itu dapat dilakukan dengan cara metode langsung dan metode tidak langsung. Dalam menentukan jumlah sel yang hidup dapat dilakukan penghitungan langsung sel secara mikroskopik, melalui 3 jenis metode yaitu metode: pelat sebar, pelat tuang dan most-probable number (MPN). Sedang untuk menentukan jumlah total sel dapat menggunakan alat yang khusus yaitu bejana Petrof-Hausser atau hemositometer. Penentuan jumlah total sel juga dapat dilakukan dengan metode turbidimetri yang menentukan: Volume sel mampat, berat sel, besarnya sel atau koloni, dan satu atau lebih produk metabolit. Penentuan kuantitatif metabolit ini dapat dilakukan dengan metode Kjeldahl (Iqbalali, 2008).


BAB III
METODOLOGI
III. 1 Alat
Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah alat tulis, mistar, dan kalkulator.

III.2 Bahan
Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah data, kertas grafik, dan lem.

III.3 Cara Kerja
Adapun cara kerja dari percobaan ini adalah :
• Mencatat data yang telah diperoleh
• Menghitung nilai OD (Optical Dencity) dari data dengan menggunakan rumus :
OD = 2- log %T
• Mencatat dalam tabel pengamatan dan menggambar grafik
• Menghitung waktu generasi dari nilai OD yang terdapat pada grafik dengan rumus:
g = T /n = t –to/n ; n = log N – log No/ log 2


dimana : g = waktu generasi
t = Waktu terakhir fase log
to = Waktu awal fase log
N = titik awal fase log
No = titik akhir fase log



DAFTAR PUSTAKA
Admin., 2008, http://www.ubb.ac.id/menulengkap.php?judul=Sejarah- Perkembangan-Mikrobiologi. Diakses pada tanggal 08 maret 2009, Makassar.
Yudhabuntara, doddi., 2003, www .geocities .com/kesmavetugm /PENGENDALIA .doc. diakses pada tanggal 14 april 2009, Makassar.
Iqbalali., 2008, http://i q b a l a l i . c o m /Pertumbuhan-Bakteri-dan-Suhu.mht. diakses pada tanggal 14 april 2009, Makassar.
Filzahazny., 2008, , http:/wordpress.com/Penganta-tentang-bakteri.htm.di akses pada tanggal 08 maret 2009, Makassar.
Sumarsih, Sri., 2003, Mikrobiologi Dasar, jurusan ilmu tanah fakultas pertanian upn”veteran,Yogyakarta

TEKNIK PEWARNAAN MIKROORGANISME

BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Mikroorganisme yang ada di alam ini mempunyai morfologi, struktur dan sifat-sifat yang khas, begitu pula dengan bakteri. Bakteri yang hidup hampir tidak berwarna dan kontras dengan air, dimana sel-sel bakteri tersebut disuspensikan. Salah satu cara untuk mengamati bentuk sel bakteri sehingga mudah untuk diidentifikasi ialah dengan metode pengecatan atau pewarnaan. Hal tersebut juga berfungsi untuk mengetahui sifat fisiologisnya yaitu mengetahui reaksi dinding sel bakteri melalui serangkaian pengecatan (Jimmo, 2008).
Berbagai macam tipe morfologi bakteri (kokus, basil, spirilum, dan sebagainya) dapat dibedakan dengan menggunakan pewarna sederhana. Istilah ”pewarna sederhana” dapat diartikan dalam mewarnai sel-sel bakteri hanya digunakan satu macam zat warna saja (Gupte, 1990). Kebanyakan bakteri mudah bereaksi dengan pewarna-pewarna sederhana karena sitoplasmanya bersifat basofilik (suka akan basa) sedangkan zat-zat warna yang digunakan untuk pewarnaan sederhana umumnya bersifat alkalin (komponen kromoforiknya bermuatan positif). Faktor-faktor yang mempengaruhi pewarnaan bakteri yaitu fiksasi, peluntur warna , substrat, intensifikasi pewarnaan dan penggunaan zat warna penutup. Suatu preparat yang sudah meresap suatu zat warna, kemudian dicuci dengan asam encer maka semua zat warna terhapus. sebaliknya terdapat juga preparat yang tahan terhadap asam encer. Bakteri-bakteri seperti ini dinamakan bakteri tahan asam, dan hal ini merupakan ciri yang khas bagi suatu spesies (Dwidjoseputro, 1994).
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka dilakukanlah praktikum ini untuk mengetahui teknik pewarnaan mikroorganisme baik itu dengan cara pengecatan sederhana, pengecatan negatif maupun pengecatan gram serta mengetahui morfologi mikroorganisme.
I.2 Tujuan Percobaan
Adapun tujuan dari percobaan ini adalah :
1. Untuk mengetahui teknik pewarnaan mikroorganisme dengan cara pengecatan negatif, pengecatan sederhana dan pengecatan gram.
2. Untuk mengetahui morfologi mikroorganisme
I.3 Waktu dan Tempat Percobaan
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Rabu, 25 Maret 2009, pukul 14.00- 17.30 WITA dan bertempat di Laboratorium Mikrobiologi, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin, Makassar.











BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Melihat dan mengamati bakteri dalam keadaan hidup sangat sulit, kerena selain bakteri itu tidak berwarna juga transparan dan sangat kecil. Untuk mengatasi hal tersebut maka dikembangkan suatu teknik pewarnaan sel bekteri, sehingga sel dapat terlihat jelas dan mudah diamati. Olek karena itu teknik pewarnaan sel bakteri ini merupakan salahsatu cara yang paling utama dalam penelitian-penelitian mikrobiologi (Rizki, 2008).
Macam-macam pewarnaan (Yulneriwanti, 2008) :
1. Pewarnaan negatif
- Bakteri tidak diwarnai, tapi mewarnai latar belakang
- Ditujukan untuk bakteri yang sulit diwarnai, seperti spirochaeta
2. Pewarnaan sedehana
- Menggunakan satu macam zat warna (biru metilen/air fukhsin)
- Tujuan hanya untuk melihat bentuk sel
3. Pewarnaan diferensial
- menggunakan lebih dari satu macam zat warna
- Tujuan untuk membedakan antar bakteri
- Contoh: Pw. Gram, Pw. Bakteri Tahan Asam
4. Pewarnaan khusus
- Untuk mewarnai struktur khusus/tertentu dari bakteri→ kapsul, spora, flagel dll
Cara pewarnaan negatif
- Sediaan hapus → teteskan emersi → lihat dimikroskop
Untuk mempelajari morfologi, struktur, sifat-sifat bakteri dalam membantu mengidentifikasinya, kuman perlu diwarnai.
Pewarnaan Gram atau metode Gram adalah suatu metode empiris untuk membedakan spesies bakteri menjadi dua kelompok besar, yakni gram-positif dan gram-negatif, berdasarkan sifat kimia dan fisik dinding sel mereka. Metode ini diberi nama berdasarkan penemunya, ilmuwan Denmark Hans Christian Gram (1853–1938) yang mengembangkan teknik ini pada tahun 1884 untuk membedakan antara pneumokokus dan bakteri Klebsiella pneumoniae (filzahazny, 2008).
Bakteri Gram-negatif adalah bakteri yang tidak mempertahankan zat warna metil ungu pada metode pewarnaan Gram. Bakteri gram-positif akan mempertahankan zat warna metil ungu gelap setelah dicuci dengan alkohol, sementara bakteri gram-negatif tidak. Pada uji pewarnaan Gram, suatu pewarna penimbal (counterstain) ditambahkan setelah metil ungu, yang membuat semua bakteri gram-negatif menjadi berwarna merah atau merah muda. Pengujian ini berguna untuk mengklasifikasikan kedua tipe bakteri ini berdasarkan perbedaan struktur dinding sel mereka (filzahazny, 2008).
Sifat bakteri terhadap pewarnaan Gram merupakan sifat penting untuk membantu determinasi suatu bakteri. Beberapa perbedaan sifat yang dapat dijumpai antara bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif dapat dilihat pada table berikut ini (filzahazny, 2008) :
Bakteri Gram Positif Bakteri Gram Negatif
Dinding Sel:
Lapisan petidoglikan Lebih tebal Lebih tipis

Kadar lipid 1-4% 11-22%

Resistensi terhadap alkali (1% KOH)
Lebih pekat Larut
Kepekaan terhadap Yodium Lebih peka Kurang peka
Toksin yang dibentuk Eksotoksin Endotoksin

Resistensi terhadap tellurit Lebih tahan Lebih peka

Sifat tahan asam Ada yang tahan asam Tidak ada yang tahan asam

Kepekaan terhadap penisilin Lebih peka Kurang peka

Kepekaan terhadap streptomisin Tidak peka Peka


Teknik pewarnaan
Pewarnaan sederhana, merupakan pewarna yang paling umum digunakan. Disebut demikian karena hanya digunakan satu jenis cat pewarna untuk mewarnai organisme. Kebanyakan bakteri telah bereaksi dengan pewarna-pewarna sederhana karena sitoplasmanya bersifat basofil (suka akan basa). Zat-zat warna yang digunakan untuk pewarnaan sederhana umumnya bersifat alkalin (komponen kromofornya bersifat positif). Pewarnaan sederhana ini memungkinkan dibedakannya bakteri dengan bermacam-macam tipe morfologi (coccus, vibrio, basillus, dsb) dari bahan-bahan lainnya yang ada pasa olesan yang diwarnai (Hadiotomo, 1990).
Pewarnaan negatif, metode ini bukan untuk mewarnai bakteri tetapi mewarnai latar belakangnya menjadi hitam gelap. Pada pewarnaan ini mikroorganisme kelihatan transparan (tembus pandang). Teknik ini berguna untuk menentukan morfologi dan ukuran sel. Pada pewarnaan ini olesan tidak mengalami pemanasan atau perlakuan yang keras dengan bahan-bahan kimia, maka terjadinya penyusutan dan salah satu bentuk agar kurang sehingga penentuan sel dapat diperoleh dengan lebih tepat. Metode ini menggunakan cat nigrosin atau tinta cina (Hadiotomo, 1990).
Struktur di dalam sel pada tempat-tempat yang khas dibentuk oleh spesies ini disebut endospora. Endospora dapat bertahan hidup dalam keadaan kekurangan nutrien, tahan terhadap panas, kekeringan, radiasi UV serta bahan-bahan kimia. Ketahanan tersebut disebabkan oleh adanya selubung spora yang tebal dan keras. Sifat-sifat ini menyebabkan dibutuhkannya perlakuan yang keras untuk mewarnainya. Hanya bila diperlukan panas yang cukup, pewarna yang sesuai dapat menembus endospora. Tetapi sekali pewarna memasuki endospora, sukar untuk dihilangkan. Ukuran dan letak endospora di dalam sel merupakan ciri-ciri yang digunakan untuk membedakan spesies-spesies bakteri yang Membentuknya (Dwidjoseputro, 1989).
Ciri-ciri bakteri gram negatif yaitu (Hadiotomo, 1990) :
- Struktur dinding selnya tipis, sekitar 10 – 15 mm, berlapis tiga atau multilayer.
- Dinding selnya mengandung lemak lebih banyak (11-22%), peptidoglikan terdapat didalam lapisan kaku, sebelah dalam dengan jumlah sedikit  10% dari berat kering, tidak mengandung asam tekoat.
- Kurang rentan terhadap senyawa penisilin.
- Pertumbuhannya tidak begitu dihambat oleh zat warna dasar misalnya kristal violet.
- Komposisi nutrisi yang dibutuhkan relatif sederhana.
- Tidak resisten terhadap gangguan fisik.
Ciri-ciri bakteri gram positif yaitu (Hadiotomo, 1990) :
- Struktur dinding selnya tebal, sekitar 15-80 nm, berlapis tunggal atau monolayer.
- Dinding selnya mengandung lipid yang lebih normal (1-4%), peptidoglikan ada yang sebagai lapisan tunggal. Komponen utama merupakan lebih dari 50% berat ringan. Mengandung asam tekoat.
- Bersifat lebih rentan terhadap penisilin.
- Pertumbuhan dihambat secara nyata oleh zat-zat warna seperti ungu kristal.
- Komposisi nutrisi yang dibutuhkan lebih rumit.
- Lebih resisten terhadap gangguan fisik.
Pengecatan gram dilakukan dalam 4 tahap yaitu (Volk & Wesley, 1998):
1. Pemberian cat warna utama (cairan kristal violet) berwarna ungu.
2. Pengintesifan cat utama dengan penambahan larutan mordan JKJ.
3. Pencucian (dekolarisasi) dengan larutan alkohol asam.
4. Pemberian cat lawan yaitu cat warna safranin
BAB III
METODOLOGI
III. 1 Alat
Alat yang digunakan pada percobaan ini adalah mikroskop, objek gelas, ose bulat, gegep kayu,lampu spritus , korek api,pipet tetes,wadah baskom, botol semprot , dan hand sprayer
III.2 Bahan
Bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah Aquadest steri, lBiakan Eschericia coli, Biakan Bacillus cereus, Biakan Salmonella typii, Gram A (Kristal violet), Gram B (larutan lugol), Gram C (Alkohol asam), Gram D (Safranin), Minyak imersi, Tissue roll, Alcohol 70 %, Spirtus, Larutan nigrosin (tinta cina).
III.3 Prosedur Kerja
A. Pengecatan Sederhana
1. Membuat preparat olesan bakteri Bacillus cereus dan Salmonella typii lalu fiksasi dengan pembakar spirtus.
2. Meneteskan larutan Kristal violet diatas olesan preparat tersebut sebanyak 1-2 tetes dan membiarakan selama 1-2 menit.
3. Mencuci dengan air mengalir sampai sisa cat tercuci habis, kemudian mengeringkan dengan hati-hati mengunakan tissue roll.
4. Mengamati dibawah mikroskop dengan menggunakan pembesaran 100x dan minyak imersi.
5. Menggambar dan mencatat hasil yang diamati.
B. Pengecatan Negatif
1. Membersihkan gelas objek dengan alcohol 70 % agar bebas lemak.
2. Mengambil 1 ose yang digunakan umntuk mengambil biakan, meletakkan biakan pada objek gelas kemudian mencampur dengan 1-2 tetes nigrosin.
3. Dengan menggunakan objek gelas lain menyentuhkan sisi objek gelas tersebut pada sampel tersebut sehingga membentuk sudut 300C, selanjutnya menarik objek gelas tersebut dengan arah yang berlawanan hingga membentuk film tipis.
4. Membiarkan hingga mengering lalu mengamati diubawah mikroskop dengan pembesaran 100x dan menggunakan minyak imersi.
5. Menggambar dan mencatat hasil pengamatan.
C. Pengecatan Gram
1. Menyiapkan preparat olesan bakteri Bacillus cereus, Eshcericia coli dan Salmonella typii lalu fiksasi pada pembakar spirtus.
2. Meneteskan larutan gram A sebanyak 2-3 tetes pada olesan bakteri, membiarkan selama 1 menit.
3. Mencuci dengan air mengalir dan mengeringkan dengan tissue roll dengan hati-hati.
4. Meneteskan larutan gram B, membiarkan selama 1 menit.
5. Mencuvi dengan air dan keringkan.
6. Meneteskan larutan gram C, membiarkan selama 30 detik.
7. Mencuci dengan air dan keringkan.
8. Menetesi dengan larutan gram D, membiarkan selama 30 detik, mencuci dengan air dan mengeringkan dengan tissue.
9. Mengamati dibawah mikroskop dengan pembesaran 100x dan menggunakan minyak imersi

Pembahasan
A. Pengecatan Sederhana
Pengecatan sederhana digunakan untuk memperlihatkan atau memperjelas kontras antara sel dan latar belakangnya sehingga dapat mempertajam bentuk dari sel-sel mikroba itu sendiri, dengan cara mewarnai sel-sel mikroba dengan zat warna khususnya warna Kristal violet. Pada pengecatan sederhana digunakan bakteri Bacillus cereus dan Salmonella typii. Setelah pengecatan diperoleh bakteri tersebut berwarna ungu, yang berarti bakteri tersebut menyerap zat warna cat tersebut sehingga Nampak pada mikroskop. Zat warna yang umunya digunakan yakni yang bersifat alkalin (kromatofornya bermuatan +).
B. Pengecatan Negatif
Pada pengecatan ini digunakan cat asam nirosin (tinta cina). Pengecatan ini dilakukan untuk mewarnai latar belakang preparat sedangkan bakteri sendiri tidak terwarnai serta untuk mengamati ukuran, bentuk, dan tata letak sel. Setelah pengamatan dibawah mikroskop diperoleh preparat mikroba berwarna hitam sedangkan bakteri sendiri tidak berwarna (berwarna putih) dan berbentuk basil (batang).
C. Pengecatan Gram
Pengecatan gram termasuk pengecatan diferensial yang digunakan untuk membedakan bakteri gram negative dan bakteri gram positif. Pada pengecatn ini digunakan 3 jenis bakteri yaitu Bacillus cereus, Salmonella typii dan Eshericia coli.. Pengecatan ini menggunakan 4 jenis larutan yaitu Kristal violet sebagai cat utama, larutan iodine sebagai pengintensifan cat utama, alcohol asam untuk pencucian dan safranin sebagai cat penutup. Berdasarkan percobaan diperoleh Bacillus cereus dan Salmonella typii bersifat gram positif yang berarti bakteri dapat mengikat dengan kuat cat utama cristal violet berwarna ungu, pada saat bakteri Gram positif ditambahkan dengan kristal violet maka gram positif akan mengabsorbsi larutan tersebut hanya pada dinding sel, dengan pemberian larutan lugol maka kristal violet akan masuk sampai ke inti sel, pemberian alkohol menyebabkan pori-pori dinding sel mengecil sehingga warna ungu tertahan di dalam sel disebabkan oleh rendahnya kandungan lipid. Sedangkan bakteri Eschericia coli bersifat gram negative karena tidak dapat mengikat kuat cat utama dan dapat diwarnai oleh cat lawan yakni merah dari pewarna safranin.
Perbedaan gram (+) dan gram (-)
Sifat Gram (+) Gram (-)
• Komposisi Kandungan lipid rendah Kandungan lipid tinggi
• Ketahanan terhadap penisilin Lebih sensitif Lebih tahan
• Penghambatan warna Lebih dihambat Kurang dihambat
• Ketahanan terhadap fisik Lebih tahan Kurang tahan
• Kebutuhan Nutrien Kompleks Relatif










BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa :
- Pewarnaan mikroorganisme dapat dilakukan dengan cara yaitu dengan pengecatan gram, pengecatan sederhana dan pengecatan negative.
- Pewarnaan sederhana digunakan untuk melihat bentuk dan struktur sel bakteri dengan menggunakan satu jenis pewarna seperti safranin atau kristal violet, pewarnaan gram digunakan untuk membedakan antara bakteri gram (+) dan gram (-) dengan lebih dari satu zat warna sedangkan pewarnaan negative berguna untuk mewarnai latar belakang preparat dan bakteri sendiri tidak terwarnai.
- Bakteri gram negatif pada teknik pewarnaan akan menghasilkan warna merah dan bakteri gram positif akan menghasilkan warna ungu.
V.2 Saran
Saran untuk laboratorium agar percobaan berikutnya keanekaragaman bakteri yang digunakan dapat bertambah lagi sehingga hasil yang diperoleh dapat bervariasi.






DAFTAR PUSTAKA

Dwidjoseputro, D., 1989. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Malang : Djambatan.
Hadiotomo, Ratna Siri., 1990. Mikrobiologi Dasar Dalam Praktek. Jakarta : Pt Gramedia.

Jimmo., 2008, http ://Pembuatan PReParAT dan PengeCaTAnnyA _ BLoG KiTa.mht,. diakses pada tanggal 14 April 2009, Makassar.
Fauziah., 2008, www.fkugm2008.com/wp-content/uploads/HSC/1- 2x/6/Praktikum6.pdf. diakses pada tangan 04 April 2009, Makassar.
Filzahazny., 2008, , http:/wordpress.com/Penganta-tentang-bakteri.htm.di akses pada tanggal 08 maret 2009, Makassar.
Rizki., 2008, http ://ngecat bakterimakul-rizki.blogspot.com/2008/02/materi- kuliah.html. diakses pada tanggal 04 April 2009, Makassar.
Volk, Wesley A dan Margareth F. Wheeler., 1998. Mikrobiologi Dasar Jilid I. Jakarta : Erlangga.

Yulneriwanti., 2008, http://01-bakteri.html. diakses pada tanggal 08 Maret 2009. Makassar.

TEKNIK ISOLASI MIKROORGANISME

BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Di dalam bidang ilmu mikrobiologi, untuk dapat menelaah bakteri khususnya dalam skala laboratorium, maka terlebih dahulu kita harus dapat menumbuhkan mereka dalam suatu biakan yang mana di dalamnya hanya terdapat baktri yang kita butuhkan tersebut tanpa adanya kontaminasi dari mikroba lain. Biakan yang semacam ini biasanya dikenal dengan istilah biakan murni. Untuk melakukan hal ini, haruslah di mengerti jenis- jenis nutrien yang disyaratkan bakteri dan juga macam ligkungan fisik yang menyediakan kondisi optimum bagi pertumbuhan bakteri tersebut (Pelczar, 1986).
Selain teknik pertumbuhan bakteri atau teknik isolasi di atas, dikenal juga adanya teknik isolasi mikroba yaitu inokulasi yang merupakan suatu teknik pemindahan suatu biakan tertentu dari medium yang lama ke medium yang baru dengan tujuan untuk mendapatkan suatu biakan yang murni tanpa adanya kontaminasi dari mikroba yang lain yang tidak diiinginkan.
Berdasarkarkan hal tersebut di atas maka dilakukanlah praktikum ini untuk mengetahui teknik dari isolasi dan inokulasi bakteri.





I.2 Tujuan Percobaan
Adapun tujuan dari percobaan ini adalah :
- Mengetahui teknik isolasi mikroba di sekitar kita (isolasi mikroba dari kotoran gigi, isolasi mikroba dari kulit kepala dan isolasi mikroba dari kotoran belakang leher) serta isolasi mikroorganisme dari substrak cair, isolasi dengan cara penuangan, taburan, substrak padat,agar tegak dan miring.
- Mengetahui taknik pemindahan/ inokulasi biakan mikroorganisme
- Mengetahui ciri pertumbuhan dari mikroorganisme pada media agar.
I.3 Waktu dan Tempat Percobaan
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Rabu, 18 Maret 2009 dan bertempat di Laboratorium Mikrobiologi, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin, Makassar.












BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Populasi mikroorganisme yang ada di alam sekitar kita ini ssangatlah besar dan cukup kompleks. Beratus spesies mikroba menguasai setiap bagian tubuh kita. Mereka terdapat dalam jumlah yang cukup basar. Sebagai contoh, sekali kita bersin dapat mnebarkan beribu- ribu mikroorganisme. Satu gram tinja dapat mengandung jutaan bakteri. Alam di sekitar kita, baik itu tanah, air, maupunudara juga dihuni oleh kumpulan mikroorganisme.Penelitian yang layak mengenai mikroorganisme dalam berbagai habitat ini memerlukan teknik untuk memisahkan populasi campuran yang rumit ini, atau yang biasanya dikenal dengan istilah biakan campuran, menjadi spsies yang berbeda- beda yang bikenal dengan istilah biakan murni. Biakan murni in teerdiri dari satu populasi sel yang semuanya berasal dari satu sel induk (Pelczar, 1986).
Mikroorganisme dapat diperoleh dari lingkungan air, tanah, udara, suubstrat yang berupa bahan pangan, tanaman dan hewan. Jenis mikroorganismenya dapat berupa bakteri, khamir, kapng dan sebagainya. Populasi dari mikroba yang ada di linkungan ini sangatlah beraneka ragam sehinga dalam mengisolasi diperlukan beberapa tahap penanaman sehingga berhasil diperoleh koloni yang tunggal. Koloni yang tunggal ini kemudian yang akan diperbanyak untuk suatu tujuan penelitian misalnya untuk menngisolasi DNA mikroba yang dapat mendeteksi mikroba yang telah resisten terhadap suatu antibiotik. Atau untuk mengetahui mikroba yang dipakai untuk bioremediasi holokarbon (Ferdiaz, 1992).
P emindahan bakteri dari medium lama ke medium yang baru atau yang dikenal dengan istilah inokulasi bakteri ini memerluakn banyak ketelitian. Terlebih dahulu kita harus mengusahakan agar semua alat- alat yang akan digunakan untuk pengerjaan medium dan pengerjaan inokulasi benar- benar steril. Hal ini untuk menghindari terjadinya kkontaminasi, yaitu masuknya mikrooba lain yang tidak diinginkan sehingga biakan yang tumbuh di dalam medium adalah benar- benar biakan murni (Dwidjoseputro, 1990).
Di dalam keadaaan yang sebenarnya dapat dikatakan bahwa tidak ada bakteri yang hidup secara tersendiri terlepas dari spesies yang lainnya. Kerap kali bakteri patogen kedapatan bersama- sama dengan bakteri saprob. Untuk menyendirikan suatu spesies dikenal beberapa cara, yaitu (Dwidjoseputro, 1990) :
1. Degan pengenceran
Cara ini pertama kali dilakukan oleh Lister pada tahun 1865. Ia berhasil memelihara Streptococcus lactis dalampiraan murni yang diisolasi dari sampel susu Yang sudah masam.
Suatu sampel dari suatu suspensi yang berupa campuran bermacam- macam spesies diencerkan dalam suatu tabung yang tersendiri. Dari hasil pengenceran ini kemudian di ambil kira- kira 1 mL untuk diencerkan lebih lanjut. Jika dari pengenceran yang ketiga ini diambil 0,1 mL untuk disebarkan pada suatu medium padat, kemungkinan besar kita akan mendapatkan beberapa koloni yang akan tumbuh dalam mdium tersebut, akan tetapi mungkin juga kita hanya akan memperoleh satu koloni saja. Dalam hal yang demikian ini dapat kita jadikan piaraan murni. Jika kita belum yakin, Bahwa koloni tunggal yang kita peroleh tersebut merupakan koloni yang murni, maka kita dapat mengulang pengenceran dengan menggunakan koloni ini sebagai sampel.
2. Dengan penuangan
Robert Koch (1843- 1905) mempunyai metode yang lain, yaitu dengan mengambil sedikti sampel campuran bakteri yang mudah diencerkan, dan sampel ini kemudian di sebar di dalam suatu medium yang terbuat dari kaldu dan gelatin encer. Dengan demikian dia memperoleh suatu piaraan adukan. Setelah medium tersebut mengental maka selang beberapa jam kemudian nampaklah koloni- koloni yang masing- masing dapat dianggap murni. Dengan mengulang pekerjaan di atas, maka akhirnya akan diperoleh piaraan murni yang lebih terjamin.
Ada beberapa metode yang biasanya dilakukan untuk menanam biakan di dalam medium diantaranya adalah (Lay, 1994) :
1. Metode cawan gores
Metode ini mempunyai dua keuntungan yaitu menghemat bahan dan waktu. Namun untuk memperoleh hasil yang baik diperlukan keterampilan yang lumayan yang biasanya diperoleh dari pengalaman. Metode cawan gores yang dilakukan dengan baik kebanyakan akan menyebabkan terisolasinya mikroorganisme yang diinginkan. Dua macam kesalahan yang umum sekali dilakukan adalah tidak memanfaatkan permukaan medium dengan sebaik- baiknya untuk digores sehingga pengenceran mikroorganisme menjafi kurang lanjut dan cenderung untuk menggunakan inokulum terlalu banyak sehingga menyulitkan pemisahan sel- sel yang digores.
2. Metode cawan tuang
Cara lain untuk mempeeroleh biakan koloni murni dari populasi campuran mikroorganisme ialah dengan mengencerkan eksperimen dalam medium agar yang telah dicairkan dan didinginkan yang kemudian di cawankan. Karena konsentrasi sel- sel mikroba di dalam eksperimen pada umumnya tidak diketahui sebelumnya, maka pengenceran perlu dilakukan beberapa tahap sehingga sekurang- kurangnyya satu di antara cawan – cawan tersebut mengandung koloni- koloni terpisah baik di atas permukaan maupun di dalam agar. Metode ini memboroskan waktu dan bahan namun tidak memerlukan keterampilan yang terlalu tinggi.
Proses pemisahan/pemurnian dari mikroorganisme lain perlu dilakukan karena semua pekerjaan mikrobiologis, misalnya telaah dan identifikasi mikroorganisme, memerlukan suatu populasi yang hanya terdiri dari satu macam mikroorganisme saja. Teknik tersebut dikenal dengan Isolasai Mikroba. Terdapat berbagai cara mengisolasi mikroba, yaitu (Admin, 2008) :
1) Isolasi pada agar cawan
Prinsip pada metode isolasi pada agar cawan adalah mengencerkan mikroorganisme sehingga diperoleh individu spesies yang dapat dipisahkan dari organisme lainnya. Setiap koloni yang terpisah yang tampak pada cawan tersebut setelah inkubasi berasal dari satu sel tunggal. Terdapat beberapa cara dalam metode isolasi pada agar cawan, yaitu: Metode gores kuadran, dan metode agar cawantuang.Metode gores kuadran. Bila metode ini dilakukan dengan baik akan menghasilkan terisolasinya mikroorganisme, dimana setiap koloni berasal dari satusel.
Metode agar tuang. Berbeda dengan metode gores kuadran, cawan tuang menggunakan medium agar yang dicairkan dan didinginkan (50oC), yang kemudian dicawankan. Pengenceran tetap perlu dilakukan sehingga pada cawan yang terakhir mengandung koloni-koloni yang terpisah di atas permukaan/di dalamcawan.
2) Isolasi pada medium cair
Metode isolasi pada medium cair dilakukan bila mikroorganisme tidak dapat tumbuh pada agar cawan (medium padat), tetapi hanya dapat tumbuh pada kultur cair. Metode ini juga perlu dilakukan pengenceran dengan beberapa serial pengenceran. Semakin tinggi pengenceran peluang untuk mendapatkan satu sel semakin besar.
3) Isolasi sel tunggal
Metode isolasi sel tunggal dilakukan untuk mengisolasi sel mikroorganisme berukuran besar yang tidak dapat diisolasi dengan metode agar cawan/medium cair. Sel mikroorganisme dilihat dengan menggunakan perbesaran sekitar 100 kali. Kemudian sel tersebut dipisahkan dengan menggunakan pipet kapiler yang sangat halus ataupun micromanipulator, yang dilakukan secara aseptis.
















BAB III
METODOLOGI
III. 1 Alat
Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah cawan petri, bunsen, enkas, ikubator, ose dan mikropipet.
III.2 Bahan
Bahan yang dipergunakan pada percobaan ini adalah Biakan Escherichia coli, Biakan Staphylococcus aureus, biakan Lactobacillus, Larutan tanah, medium nutrient agar padat, aquadest, spiritus, alkohol, swab dan korek api
III.3 Cara Kerja
Adapun cara kerja dari percobaan ini adalah :
1. Isolasi mikroba di sekitar kita
- Cawan petri yang berisi medium NA diberi label masing- masing sesuai perlakuan.
- Kemudian dengan menggunakan swab, mengambil kotoran gigi, kotoran belakang leher, dan kotoran kulit kepala.
- Sebelum dilakukan pengerjaan dalam enkas, terlebih dahulu mensterilkan tangan dengan menggunakan alkohol 70%.
- Setelah itu masing- masing sampel dimasukkan ke dalam cawan petri yang telah berisi medium NA.
- Melidahapikan mulut/ pinggir cawan petri dengan maksud agar bakteri yang melekat mati.
- Kemudian membungkus cawan petri dengan menggunakan kertas lalu menginkubasi ke dalam inkubator selama 24- 48 jam. Mengamti perubahan yang terjadi.
2. Isolasi mikroorganisme dari substrak cair
- Cawan petri yang berisi medium NA diberi label masing- masing sesuai perlakuan. Lalu memasukkannya kedalam enkas bersama dengan Biakan Escherichia coli, Staphylococcus aureus, dan Lactobacillus pada media cair.
- Sebelum melakukan pengerjaan dalam enkas, terlebih dahulu mensterilkan tangan dengan mengunakan alkohol 70%.
- Mengambil masing- masing biakan bakteri dengan menggunakan mikropipet sebanyak 0,1 mL, lalu diratakan pada permukaan medium sesuai dengan label.
- Melidahapikan mulut/ pinggir cawan petri dengan maksud agar bakteri yang melekat mati.
- Kemudian membungkus cawan petri dengan menggunakan kertas lalu menginkubasi ke dalam inkubator selama 24- 48 jam. Mengamti koloni yang tumbuh.



3. A. Isoalsi dengan cara penuangan
- Cawan petri steril, masing- masing diberi label sesuai perlakuan lalu meletakkan di dalam enkas bersama dengan medium NA yang cair.
- Sebelum melakukan pengerjaan dalam enkas, terlebih dahulu mensterilkan tangan dengan mengunakan alkohol 70%.
- Mengambil masing- masing biakaan bakteri dengan menggunakan mikropipet sebanyak 1 mL.
- Melidahapikan cawan petri terlebih dahulu kemudian memasukkan biakan bakteri ke dalam cawan petri steril lalu menuangkan medium NA cair.
- Menutup cawan petri kemudian melidahapikan dann menggoyangkan dengan cara memutar agar merata.
- Medium setelah padat lalu menginkubasi sdelama 24- 28 jam dengan posisi terbalik pada suhu 37°C.
B. Isolasi dengan cara taburan
- Cawan petri yang berisi medium NA masing- masing diberi label sesuai perlakuan,lalu meletakkannya di dalam enkas.
- Sebelum melakukan pengerjaan dalam enkas, terlebih dahulu mensterilkan tangan dengan mengunakan alkohol 70%.
- Dengan menggunakan ose lurus, mengambil biakan bakteri lalu menaburkannya di atas medium NA padat secara merata.
- Menutup cawan petri lalu melidahapikan dan membungkus dengan kertas, menginkubasi selama 24-28 jam dengan posisi terbalik pada suhu 37°C.
4. Isolasi mikroorganisme dari substrak padat
- Memasukkan cawa petri steril ke dalam enkas, kemudian sebelum melakukan pengerjaan dalam enkas, terlebih dahulu mensterilkan tangan dengan mengunakan alkohol 70%.
- Mengambil larutan tanah yang telah homogen dengan menggunakan mikropipet lalu memasukkannya ke dalam cawan petri steril lalu menuangkan medium NA.
- Menutup cawan petri lalu melidahapikan dan membungkus dengan kertas, menginkubasi selama 24-28 jam dengan posisi terbalik pada suhu 37°C.
5. Isolasi bakteri dari kultur campuran
- 4 buah tabung rreaksi yang masinng- masing berisi 2 medium agar tegak dan 2 medium agar mirig dimasukkan ke dalam enkas, setelah diberi label.
- Sebelum melakukan pengerjaan dalam enkas, terlebih dahulu mensterilkan tangan dengan mengunakan alkohol 70%.
- Dengan menggunakan ose lurus, mengambil biakan bakteri lalu menusukkan ke dalam medium lalu di tutup.
- Dengan menguunakan ose bulat, mengambil biakan bakteri dan masing- masing digoreskan secara zig- zag pada medium agar miring lalu di tututp
- Membungku tabung reaksi dengan kertas dan menginkubasinya selama 24- 72 jam dan mengamati masing- masing perbedaannya.

Pembahasan
1. Isolasi mikroba disekitar kita
Pada percobaan isolasi mikroba di sekitar kita, digunakan medium NA (Nutrient Agar) dengan mengisolasi mikroba yang berasal dari kiotoran giggi, kotoran kulit kepala, dan kotoran belakang lehet. Setelah melakukan pengerjaan dan di inkubasi selama 24- 28 jam di inkubator, diperoleh hasil bahwa cawan petri yang berisi mikroba dari kotoran kulit kepala berjumlah 21 koloni, memiliki dua macam bentuk koloni yaitu berbentuk circular (bulat) dengan tipe entire dan berbentuk irregular ( tidak beraturan) dengan tipe lobate. Warna kedua koloni putih dan memiliki permukaan convex (cembung).
Cawan petri yang berisi mikroba dari kotoran belakang leher berjumlah 24 koloni memiliki dua macam bentuk koloni yaitu filamentous. Warna kedua koloni putih dan memiliki permukaan raised.
Cawan petri yang berisi kotoran gigi berjumlah 26 koloni memiliki bentuk koloni circular (bulat) dengan tepi entire. Warna koloni putih dan permukaan convex.
2. Isolasi mikroba dari substrat cair
Pada percobaan isolasi mikroba dari substrat cair, dilakukan dengan metode tuang dan metode tabur menggunakan bakteri Escherichia coli. Setelah melakukan pengerjaan dan diinkubasi selama 24- 48 jam di inkubator, isolasi mikroba dengan metode tabur terdapat 8 koloni bakteri dengan bentuk irregukar, memiliki bentuk tepi lobate dan permukaan raised. Warna koloninya putih kehijauan.
Isolasi mikroba dengan metode tuang, bakteri yang berkoloni jumlahnya tidak bisa untuk dihitung (TBUD), bentuk bakteri,tepi, serta permukaannya tidak jelas. Sedangkan warna bakteri putih.
3. Isolasi bakteri kultur campuran
Pada percobaan isolasi bakteri dengan kultur campuran, setelah dilamkukan pengerjaan dan diinkubasi selama 24- 48 jam di inkubator, terdapat 12 koloni bakteri dengan dua macam bentuk bakteri dengan tepi dan permukaan berbeda.
Pada koloni pertama bentuknya Circular dengan bentuk tepi entire dan permukaan raised. Pada koloni kedua bentuknya irregular dengan bentuk tepi lobate dan permukaan flat. Warna kedua koloni bakteri putih.
4. Medium agar tegak dan agar miring
Pada percobaan ini digunakan agar tegak dan agar miring dengan menggunakan bakteri Escherichia coli. Setelah dilakukan pengerjaan dan di inkubasi selama 1-2 x 24 jam, pertumbuhan bakteri pada medium agar tegak berbentuk villous sedangkan pertumbuhan bakteri pada medium agar miring berbentuk beaded.










BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang diperoleh dari percobaan ini adalah :
1. Isolasi mikroba di sekitar kita, didapatkan ciri- ciri koloni berupa :
- Bentuk : Circular, irregular, dan rhizoid
- Warna : putih
- Tepi : Entire, lobate, Filamentous
- Permukaan : Convex, dan raised
2. Isolasi mikroba dari substrak cair, di dapatkan ciri- ciri koloni berupa :
- Bentuk : Irregular
- Warna : Putih, dan putih kehijauan
- Tepi : lobate
- Permukaan : Raised
3. Isolasi kultur campuran, di dapatkan ciri- ciri koloni berupa :
- Circular, dan irregular
- Warna : Putih
- Tepi : Entire, dan lobate
- Permukaan : Raised dan flat
V.2 Saran
Saran saya, sebaiknya peralatan di laboratorium yang rusak diperbaiki atau digantikan dengan yang baru terutama mikroskopnya.


DAFTAR PUSTAKA
Admin., 2008, http://www.ubb.ac.id/menulengkap.php?judul=Sejarah- Perkembangan-Mikrobiologi. Diakses pada tanggal 08 maret 2009, Makassar.
Dwidjoseputro, S., 1992, Mikrobiologi Pangan, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Ferdias, S., 1992, Mikrobiologi Pangan, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Lay, B., 1994, Analisis Mikroba di Laboratorium, Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Pelczar, Michael, J., 1986, Dasar- Dasar Mikrobiologi, Universitas Indonesia, Jakarta.

ENUMERASI MIKROORGANISME SECARA LANGSUNG ENUMERASI MIKROORGANISME SECARA TIDAK LANGSUNG

BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Di dalam bidang ilmu mikrobiologi ada suatu hal mendasar yang juga perlu diperhatikan yaitu analisia kualitatif terhadap suatu bahan. Suatu analisis ini Sangat penting untuk mengetahui jumlah mikroorganisme yang ada pada suatu sampel tertentu mengandung banyak mikroorganisme atau sebaliknya (Ferdiaz, 1992).
Analisis kualitatif atau biasa disebut dengan enumerasi mikroorganisme dalam hal ini dapat dilakukan baik dengan perhitungan langsung terhadap suatu sampel yaitu salah satunya dengan alat bantu mikroskop, maupun dengan cara tidak langsung yaitu dengan beberapa metode perhitungan (Gobel, 2008).
Dalam percobaan ini akan dibahas secara lebih lanjut mengenai bagaimana cara perhitungan jumlah sel yang ada di dalam suatu medium yang mana umumnya digunakan untuk uji mikrobiologi bahan pangan yaitu metode hitung cawan (Total Plate Counts ) dan metode hitung MPN (Most Probable Number). Sedangkan untuk metode perhitungan secara langsung dapat kita terapkan pada sampel pengujian salinitaasi lingkungan sehingga dengan demikian diharapkan kita akan lebih memahami tentang bagaimana prosedur perhitungan yang baik.





I.2 Tujuan Percobaan
Adapun tujuan dari percobaan ini adalah :
1. Untuk mengetahui perhitungan mikroorganisme dengan metode Standar Plate Count (SPC) pada medium Nutrien Agar (NA).
2. Untuk mengetahui perhitungan mikroorganisme dengan metode Most Probable Number (MPN) pada medium Laktosa Broth (LB).
I.3 Waktu dan Tempat Percobaan
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Rabu, 01 April 2009, pukul 14.00- 17.30 WITA dan bertempat di Laboratorium Mikrobiologi, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin, Makassar.











BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Istilah pertumbuhan umumnya dipergunakan bakteri dan mikroorganisme yang lainnya dan biasanya lebih mengacu pada perubahan di dalam hasil panen sel dan bukanlah dilihat. Dari pertambahan jumlah individu mikroorganisme tersebut. Suatu proses pertumbuhan menyatakan pertambahan jumlah atau massa yang melebihi dari yang ada di dalam inokulum asalnya (Volk, 1985).
Sebelum kita dapat mengevaluasi atau menafsirkan respon pertumbuhan bakteri dalam berbagai media atau pada kondisi yang berbeda- beda kita harus menyatakan pertumbuhan secara kualitatif. Di dalam bidang ilmu mikrobiologi, istilah pertumbuhan ini ditafsirkan dalam berbagai cara. Sebagai contoh mungkin dalm suatu perangkat tertentu dari kondisi pembiakan di nilai sama sebaiknya karena bakteri melakukan pertumbuhan yang relatif cepat pada stadium awal, tetapi panen sel total akhirnya belum tentu sebanyak yang di dspat pada perangkat yang lainnya (Pelczar, 1986).
Tersedia banyak teknik di dalam laboratorium untuk mengukur pertumbuhan bakteri tersebut. Alat- alat yang ada tersebut berkisar dari peralatan yang masih sederhana seperti sebuah kaca objek dengan olesan yang diwarnai. Selain itu terdapat pula metode- metode yang lain dalam pengukuran pertumbuhan bakteri, misalnya dengan metode hitung cawan, pengukuran kekeruhan dari suatu suspensi, pengukuran dengan menggunakan membran atau filter molekuler dan penentuan berat (Volk, 1985).
Suatu bakteri dapat dihitung secara elektronik yaitu dengan cara memasukkan biakan melalui lubang yang sangat kecil pada alat penghitung partikel counter. Alat penghitung yang semacam ini dapat dipakai secara rutin memecah sel darah, namun dapat pula disesuaikan untuk memecah bakteri (Volk, 1985).
Akan tetapi, bukanlah laju pertumbuhan bakteri yang tepat melainkan ada atau tidaknya pertumbuhan bakteri yang akan menjadi perhatian. Adapun cara yang dilakukan untuk menentukannya, yaitu hanyalah dengan melihat biakan. Suatu medium cair akan berubah menjadi keruh sedangkan medium yang padat paada umumnya akan memperlihatkan pertumbuhan, baik itu pada permukaan dari medium maupun di dalam medium tersebut (Hadioetomo, 1996).
Penetapan jumlah bakteri di dalam suatu populasi bakteri mungkin saja akan mengalami hambatan. Hal ini karena tidak semua sel yang ada di dalam suatu biakan itu mampu untuk hidup secara trus- menerus. Jadi dalam perhitungan ini maka yang dianggap sebagai sel hidup adalah sel yang membentuk koloni di dalam medium biakan atau dapat juga digunakan bakteri yang mampu membentuk suspensi di dalam medium biakan. Sel- sel yang mampu hidup terus adalah yang dihitung dengan berbagai metode untuk menetapkan jumlah selnya. Pada jumlah total sel, maka ikut dihitung semua sel yang tampak atau yang dapat dihitung dengan cara yang lainnya, sehingga dengan demikian sel-sel mati dan cacat akan ikut terhitung (Indra, 2008).
Untuk menentukan jumlah bakteri yang ada di dalam suatu medium maka dapat digunakan beberapa cara sebagai berikut (Lay, 1994):
• Jumlah bakteri secara keseluruhan (total cell counts). Pada cara ini di hitung semua bakteri yang ada di dalam suatu medium biakan baik yang hidup maupun yang mati.
• Jumlah bakteri8 yang hidup (Viable count). Cara ini hanya menggambarkan jumlah sel yang hidup saja, sehingga lebih tepat jika dibandingkan dengan cara yang pertama tadi.
Koloni yang tumbuh di dalam suatu medium itu tidaklah selalu berasal dari satu sel mikroorganisme, karena beberapa mikroorganisme tertentu cenderung untuk berkelompok atau berabtai. Bila ditumbuhkan pada suatu medium dengan lingkungan yang sesuai, maka kelompok bakteri ini hanya akan menghasilkan satu koloni saja. Berdasarkan hal tersebut sering kali digunakan istilah Colony Forming Units (CFU) yang digunakan untuk perhitungan jumlah mikroorganisme hidup (Dwidjoseputro, 1996).
Dalam perhitungan jumlah mikroorganisme ini seringkali digunakan pengenceran. Di dalam laboratorium, pengenceran di lakukan dengan botol pengenceran seperti lazimnya pada SPC, namun dapat pula menggunakan tabung reaksi. Pada pengenceran dengan menggunakan botol cairan terlebih dahulu dikocok dengan baik sehingga kelompok sel dapat terpisah. Pengenceran sel dapat membantu untuk memperoleh perhitungan jumlah mikroorganisme yang benar. Namun pengenceran yang terlalu tinggi akan menghasilkan lempengan agar dengan jumlah koloni yang umumnya relatif rendah (Hadioetomo, !996).
Pada metode perhitungan cawan dilakukan pengenceran yang bertingkat yang mana ditujukan untuk membentuk konsentrasi dari suatu suspensi bakteri. Sampel yang telah di encerkan ini di hitung ke dalam cawan baru kemudian di tuang ke mediumnya (metode tuang). Kemudian setelah diinkubasi selama 24- 48 jam, amati koloni yang tumbuh dan koloni yanng diamati hanyalah koloni yang berjumlah 30- 300 koloni (Gobel, 2008).
Adapun prinsip dari metode hitung cawan ini adalah jika sel jasad renik yang masih hidup ditumbuhkan pada suatu medium agar, maka sel jasad renik tersebut akan berkembang biak dan membentuk koloni yang dapat di lihat langsung dan dihitung dengan mata tanpa menggunakan alat bantu seperti mikroskop dan sebagainya. Metode hittung cawan ini merupakan cara yang paling sensitif untuk menentukan jumlah jassad renik karena beberapa hal yaitu (Ferdiaz, 1992):
• Hanya sel yang masih hidup yang dihitung
• Beberapa jenis jasad renik dapat dihitung sekaligus
• Dapat digunakan untuk mengisolasi dan identifikasi jasad renik karena koloni yang terbentuk mungkin berasal dari suatu jassad renik yang mempunyai penampakan yang spesifik.
Untuk metode MPN (Most probable number) digunakan medium cair dalam wadah berupa tabung reaksi, perhitungan di lakukan bwerdasarkan jumlah tabung yang positif yaitu tabung yang mengalami perubahan pada mediumnya baik itu berupa perubahan warna atau terbentuknya gelembung gas pada dasar tabung durham. Pada metode perhitungan MPN ini digunakan bentuk tiga seri pengenceran, yang pertama 10 ¹, 10 ², dan 10 ³. Kemudian dari hasil perubahan tersebut dicari nilai MPNnya pada tabel nilai MPN, dan untuk jumlah bakterinya maka digunakan rumus (Gobel, 2008):
Bakteri = nilai MPN x 1/pengenceran tengah
Selain dengan cara tidak langsung seperti yang telah dijelaskan di atas, perhitungan jumlah mikroorganisme di dalm suatu medium dapat juga dilakukan secara langsung, dimana dengan metode ini jumlah mikroorganisme tersebut dapat ditentukan langsung dengan menggunakn alat bantu berupa mikroskop, Colony counter dan hemasitometer. Adapun keuntungan penggunaan hemasitometer adalah penggunaannya yang tidak memakan waktu banyak dan juga biaya. Sedangkan kelemahan dari penggunaan hemasitometer adalah tidak dapat membedakan antara sel hidup dan sel mati, kesulitan dalam perhitungan bakteri yang berukuran kecil karena tidak dapat dibantu dengan minyak imersi, hanya dapat dibantu dengan tween 80% (bahan anti gumpal (Gobel, 2008).


BAB III
METODE KERJA
III. 1 Alat
Alat yang digunakan pada percobaan ini yaitu : Timbangan Ohaus, Sendok tanduk ,Tabung reaksi,Tabung durham, Rak tabung,Spoit,Botol pengencer,Bunsen,Erlenmeyer,Autoklaf,Enkas,Cawanpetri,Inkubator, Batang pengaduk,Penangas
III.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini yaitu : Tanah,Alumunium foil,Aquadest steril,Kertas label,Alkohol 70 %,Korek api,Tissu roll,Medium LB (Laktosa Broth),Medium NA (NUtrien Agar)
III.3 Prosedur Kerja
A. Metode MPN (Most Probable Number)
1. Menyiapkan 9 tabung reaksi yang berisi medium Laktosa Broth (LB), kemudian member label untuk masing-masing pengenceran dan menyiapkan 3 buah tabug reaksi pada setiap pengenceran.
2. Membuat pengenceran susprnsi bakteri yang berasal dari suspense tanah hingga pengenceran 10-7.
3. Memasukkan masimg-masing seri pengenceran 10-1, 10-2 dan 10-3 sebanyak 1 mL kedalam tabung yang berisi medium Laktosa Broth.
4. Menginkubasi pada suhu 37C selama 24-48 jam dan mengamati perubahan yang terjadi.
5. Mencatat dan menghitung MPN (Most Probable Number).
B. Metode SPC (Standar Plate Count).
1. Menyediakan 3 capet steril.
2. Membuat pengenceran suspensi bakteri yang berasal dari suspense tanah hingga pengenceran 10-7.
3. Menanam suspensi tanah dengan metode tuang kedalam capet steril mulai dari pengenceran 10-5, 10-6 dan 10-7.
4. Menginkubasi semua cawan pada suhu 37C selama 24-48 jam.
5. Mengamati dan menghitung jumlah koloni yang tumbuh pada setiap pengenceran dan hitung SPC dari koloni tersebut.

A. Metode MPN (Most Probable Number).
Pada percobaan ini menggunakan sampel berupa suspense tanah untuk mengetahui adanya mikroba / bakteri yang ditandai dengan terbentuknya gas, perubahan warna dan terbentuknya endapan. Digunakan tabung durham untuk menampung gas hasil fermentasi mikroorganisme dari bakteri coliform. Pengenceran yang digunakan yaitu 10-1. 10-2 dan 10-3 . Dari hasil pengamatan diperoleh semua tabung ditumbuhi mikroorganisme karena memiliki tanda-tanda diantaranya terdapat perubahan warna yakni dari agak hijau menjadi kuning, tabung durham melayang akibat dihasilkannya gas dan terdapat endapan. Diperoleh MPN sebesar  24,00 dan jumlah sel bakteri  2,4  10. Dapat disimpulkan bahwa bakteri masih hidup apabila konsentrasi pengenceran tergolong tinggi. Fungsi dari media Laktosa Broth yaitu untuk mengetahui adanya bakteri coliform.
B. Metode SPC (Standar Plate Count).
Pada percobaan ini menggunakan pengenceran 10-5, 10-6 dan 10-7 dan. Digunakan cawan petri untuk menumbuhkan mikroba. Dari hasil pengamatan diperoleh pada cawan petri 10-5 terdapat 6 koloni bakteri yang tumbuh sedangkan pada cawan petri 10-6 dan 10-7 tidak ditumbuhi bakteri. Dapat disimpulkan bahwa konsentrasi pengenceran yang terlalu tinggi menyebabkan bakteri yang tumbuh hanya sedikit bahkan tidak ada sama sekali.



BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Berdasarkan percobaan dapat disimpulkan bahwa :
1. Standar Plate count didasarkan pada asumsi bahwa setiap sel mikroorganisme hidup dalam suspensi akan tumbuh menjadi satu koloni setelah ditumbuhkan dalam media pertumbuhan dan lingkungan yang sesuai.
2. MPN didasarkan pada metode statistik (teori kemungkinan).
3. Nilai SPC yang diperoleh berdasarkan percobaan yaitu 6,0  10-5, sedangkan nilai MPN yang diperoleh yaitu  24,00.
V.2 Saran
Saran untuk laboratorium agar percobaan berikutnya keanekaragaman bakteri yang digunakan dapat bertambah lagi sehingga hasil yang diperoleh dapat bervariasi serta fasilitas lebih ditambah lagi.







DAFTAR PUSTAKA
Dwidjoseputro, S., 1992, Mikrobiologi Pangan, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Ferdias, S., 1992, Mikrobiologi Pangan, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Gobel, Risco, B., dkk., 2008, Mikrobiologi Umum Dalam Praktek, Universitas Hasanuddin, Makassar.
Hadioetomo, R., 1990, Mikrobiologi Dasar-Dasar Dalam Praktek, Gramedia, Jakarta.
Indra., 2008, http//ekmon-saurus/bab-5-Morfologi-mikroba/.htm . diakses pada tanggal 08 maret 2009, Makassar.
Lay, B., 1994, Analisis Mikroba di Laboratorium, Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Pelczar, Michael, J., 1986, Dasar- Dasar Mikrobiologi, Universitas Indonesia, Jakarta.
Volk, dan Wheeler., 1993, Dasar- Dasar Mikrobiologi, Erlangga, Jakarta.

UJI SANITASI LINGKUNGAN

BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Udara di dalam suatu ruangan dapat merupakan sumber kontaminasi mikroba. Udara tidak mengandung mikroflora secara alami, tetapi kontaminasi dari lingkungan disekitarnya mengakibatkan udara mengandung berbagai mikroorganisme, misalnya dari debu, air, proses aerasi, dari penderita yang mengalami infeksi saluran pencernaan, dari ruangan yang digunakan dalam fermentasi dan sebagainya. Mikroorganisme yang terdapat di udara biasanya melekat pada bahan padat, misalnya debu, atau terdapat dalam droplet air (Gobel, 2008).
Kontaminasi oleh mikroorganisme dapat terjadi setiap saat dan menyentuh setiap permukaan seperti tangan atau alat (wadah). Oleh karena itu sanitasi lingkungan sangat perlu untuk diperhatikan terutama yang akan bekerja dalam bidang mikrobiologi atau pengolahan produk makanan atau Industri (Gobel, 2008).
Berdasarkan hal tersebut di atas maka dilaksanakanlah percobaan tersebut untuk mengetahui uji sanitasi lingkungan mengenai cara uji kontaminasi udara, tangan, serta kebersihan alat laboratorium.






I.2 Tujuan Percobaan
Adapun tujuan dari percobaan ini adalah :
1. Untuk mengetahui cara uji kontaminasi
2. Untuk mengetahui cara uji kebersihan tangan udara
3. Untuk mengetahui cara uji kebersihan alat
I.3 Waktu dan Tempat Percobaan
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Rabu, 11 Maret 2009, pukul 14.00-17.30 WITA dan bertempat di Laboratorium Mikrobiologi, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin, Makassar.














BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Udara di dalam suatu ruangan dapat merupakan sunber kontaminasi udara. Udara tidak mengandung mikroflora secara alami, akan tetapi kontaminasi dari lingkungan sekitar mengakibatkan udara mengandung berbagai mikroorganisme, misalnya debu, air, proses aerasi, dari penderita yang mengalami infeksi saluran pencernaan dan dari ruangan yang digunakan untuk fermentasi. Mikroorganisme yang terdapat dalam udara biasanya melekat pada bahan padat, misalnya debu atau terdapat dalam droplet air (Volk dan Whleer, 1984).
Kehidupan bakteri tidak hanya dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan akan tetapi juga mempengaruhi keadaan lingkungan. Misalnya bakteri termogenesis menimbulkan panas di dalam media tempat ia tumbuh. Bakteri dapat pula mengubah pH dari media tempat ia hidup, perubahan ini disebut perubahan secara kimia (Lay, 1992).
Udara mengandung campuran gas-gas yang sebagian besar terdiri dari Nitrogen (N2) 23%, Oksigen (O2) 21 % dan gas lainnya 1%. Selain gas juga terdapat debu, kapang, bakteri, khamir, virus dan lain-lain. Walaupun udara bukan medium yang baik untuk mikroba tetapi mikroba selalu terdapat di udara. Adanya mikroba disebabkan karena pengotoran udara oleh manusia, hewan, zat-zat organik dan debu. Jenis-jenis mikroba yang terdapat di udara terutama jenis Bacillus subtilis dapat membentuk spora yang tahan dalam keadaan kering (Pelczar, 1988).
Jumlah mikroba yang terdapat di udara tergantung pada aktivitas lingkungan misalnya udara di atas padang pasir atau gunung kering, dimana aktivitas kehidupan relatif sedikit maka jumlah mikroba juga sedikit. Contoh lain udara di sekitar rumah, pemotongan hewan, kandang hewan ternak, tempat pembuangan sampah maka jumlah mikroba relatif banyak (Pelczar, 1988).
Banyak penyakit yang disebabkan oleh bakteri patogen yang ditularkan melalui udara, misalnya bakteri penyebab tubercolosis (TBC) dan virus flu yang dapat ditularkan melalui udara pernapasan. Beberapa cara yang digunkan untuk membersihkan udara yaitu (Volk dan Wheeler, 1984) :
1. Menyiram tanah dengan air sehingga mengurangi debu yang berterbangan.
2. Menyemprot udara dengan desinfektan sehingga udara berkurang mikrobanya
3. Dengan radiasi sinar ultraviolet.
Udara tidak mempunyai flora alami, karena organisme tidak dapat hidup dan tumbuh terapung begitu saja di udara. Flora mikroorganisme udara terdiri atas organisme yang terdapat sementara mengapung di udara atau terbawa serta pada partikel debu. Setiap kegiatan manusia agaknya akan menimbulkan bakteri di udara. Jadi, walaupun udara tidak mendukung kehidupan mikroorganisme, kehadirannya hampir selalu dapat ditunjukkan dalam cuplikan udara (Volk dan Wheeler, 1984).
Mikroorganisme disemburkan ke udara dari saluran pernapasan sehingga organisme-organisme tersebut mendapat perhatian utama sebagai jasad penyebab penyakit melalui udara. Beberapa diantara infeksi bakteri biasa yang disebarkan oleh udara adalah infeksi streptococus tonsil dan tenggorokan, difteria, batuk rejam dan meningitis epidermik. Tuberculosis mempunyai arti penting dari segi transpor udara, karena mikroorganisme dapat hidup lama di luar tubuh. Organisme initahan terhadap kekeringan dan mungkin tetap bertahan berbulan-bulan dalam ludah kering dan pertikel debu (Volk dan Wheeler, 1984).
Tingkat pencemaran udara di dalam ruangan oleh mikroba dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti laju ventilasi, padat orang dan sifat serta saraf kegiatan orang-orang yang menempati ruangan tersebut. Mikroorganisme terhembuskan dalam bentuk percikan dari hidung dan mulut selama bersin, batuk dan bahkan bercakap-cakap titik-titik air terhembuskan dari saluran pernapasan mempunyai ukuran yang beragam dari mikrometer sampai milimeter. Titik-titik air yang ukurannya jatuh dalam kisaran mikrometer yang rendah akan tinggal dalam udara sampai beberapa lama, tetapi yang berukuran besar segera jatuh ke lantai atau permukaan benda lain. Debu dari permukaan ini sebentar-sebentar akan berada dalam udara selama berlangsungnya kegiatan dalam ruangan tersebut (Pelczar, 1988).
Flora mikroba di lingkungan mana saja pada umumnya terdapat dalam populasi campuran. Boleh dikatakan amat jarang mikroba dijumpai sebagai satu spesies tunggal di alam. Untuk mencirikan dan mengidentifikasi suatu spesies mikroorganisme tertentu, pertama-tama spesies tersebut harus dapat dipisahkan dari organisme lain yang umum dijumpai dalam habitatnya, lalu ditumbuhkan dalam biakan murni (Bonang, 1982).
Flora mikroba yang terdapat di lingkungan alamiah merupakan penyebab banyak sekali proses biokimia, yang pada akhirnya memungkinkan kesinambungan kehidupan sebagaimana yang kita kenal dimuka bumi ini. Mikroorganisme misalnya merupakan penyebab terjadinya mineralisasi di dalam tanah dan perairan, yaitu proses pembebasan unsur-unsur dari senyawa-senyawa molekuler organik yang kompleks sehingga menjadi tersedia bagi kehidupan tanaman yang baru, yang pada gilirannya menunjang kehidupan hewan baru (Bonang, 1982)..
Setiap spesies mikroorganisme akan tumbuh dengan baik dalam lingkungannya hanya selama kondisinya menguntungkan bagi pertumbuhannya dan mempertahankan dirinya. Begitu terjadi perubahan fisik atau kimia, seperti misalnya habisnya nutrien atau terjdi perubahan radikal dalam hal suhu atau pH yang membuat kondisi bagi pertumbuhan spesies lain lebih menguntungkan, maka organisme yang telah beradaptasi dengan baik di dalam keadaan lingkungan terdahulu terpaksa menyerahkan tempatnya kepada organisme yang dapat beradaptasi dengan baik di dalam kondisi yang baru itu (Pelczar, 1988).
Kontaminasi oleh mikroorganisme dapat terjadi setiap saat dan menyentuh permukaan setiap tangan atau alat. Dengan demikian sanitasi lingkungan sangat perlu diperhatikan terutama yang bekerja dalam bidang mikrobiologi atau pengolahan produk makanan atau industri (Volk dan Wheeler, 1984).
Sanitasi yang dilakukan terhadap wadah dan alat meliputi pencucian untuk menghilangkan kotoran dan sisa-sisa bahan, diikuti dengan perlakuan sanitasi menggunakan germisidal. Dalam pencucian menggunakan air biasanya digunakan detergen untuk membantu proses pembersihan. Penggunaan detergen mempunyai beberapa keuntungan karena detergen dapat melunakkan lemak, mengemulsi lemak, melarutkan mineral dan komponen larut lainnya sebanyak mungkin. Detergen yang digunakan untuk mencuci alat/wadah dan alat pengolahan tidak boleh bersifat korosif dan mudah dicuci dari permukaan (Volk dan Wheeler, 1984).
Proses sanitasi alat dan wadah ditunjukkan untuk membunuh sebagian besar atau semua mikroorganisme yang terdapat pada permukaan. Sanitizer yang digunakan misalnya air panas, halogen (khlorin atau Iodine), turunan halogen dan komponen amonium quarternair (Gobel, 2008).
Metode hitung cawan di dasarkan pada anggapan bahwa setiap sel yang dapat hidup akan berkembang menjadi satu koloni. Jadi jumlah koloni yang muncul pada cawan merupakan suatu indeks bagi jumlah organisme yang dapat hidup yang terkandung dalam sampel (Hadioetomo, 1990).
Metode yang dapat digunakan untuk menghitung jumlah mikroba dalam bahan pangan terdiri dari metode hitung cawan (Most probable Number) dan metode hitungan mikroskopik langsung. Dari metode-metode tersebut metode hitungan cawan paling banyak digunakan. Metode lainnya yang dapat digunakan untuk menghitung jumlah mikroba di dalam suatu larutan adalah metode turbidimetri. Tetapi metode ini sukar diterapkan pada bahan pangan, misalnya sari buah, biasanya mengandung komponen-komponen yang menyebabkan kekeruhan sehingga kekeruhan larutan tidak sebanding dengan jumlah mikroba yang terdapat di dalamnya (Dwijoseputro, 1987).













BAB III
METODE PERCOBAAN
III.1 Alat
Alat yang digunakan pada percobaan ini adalah erlenmeyer, cawan petri, inkubator, pipet skala, enkas, dan bunsen.
III.2 Bahan
Bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah medium NA (Nutrient Agar), medium PDA (Potato Dextrose Agar), medium EMBA (Eosin Methylen Blue Agar), medium VJA (Vogel Johnson Agar), sabun antisepetik, alkohol 70%, dan kertas label.
III.3 Prosedur Kerja
Cara kerja pada percobaan ini adalah sebagai berikut:
A. Uji Kontaminasi Udara
1. Cawan petri yang berisi media Nutrient Agar dan Potato Dextrose Agar (telah disiapkan) diletakkan dalam suatu ruang tertutup dalam kondisi cawan petri terbuka.
2. Dibiarkan dalam keadaan terbuka selama 30menit.
3. Cawan ditutup dan diinkubasikan pada suhu 37oC selama 1-2 x 24 jam. Inkubasi dilakukan dengan posisi cawan terbalik.
4. Koloni yang tumbuh pada medium dihitung, kemudian dihitung densitas bakteri (pada Nutrient Agar) dan densitas khamir atau kapang (pada PDA). Densitas mikroba di udara adalah jumlah mikroba yang jatuh pada permukaan seluas satu kubik feet selama satu jam.
5. Densitas bakteri di udara:
Jumlah koloni per cawan x 60 menit/30 menit x 144 in2/luas cawan (in)
B. Uji Kontaminasi Tangan
1. Media EMBA dan VJUA disiapkan masing-masing sebanyak 2 cawan.
2. Tangan disentuhkan pada media EMBA dan VJA selama 5 detik. Cawan petri EMBA dan VJA disentuhkan pada tangan sebelum dicuci. Cawan petri EMBA danVJA yang laindisentuhkan pada tangan sesudah dicuci dengan sabun antiseptik.
3. Semua cawan diinkubasikan secara terbalik pada suhu 37oC selama 1-2 hari. Pertumbuhan mikroba tersebut diamati dan diperhatikan ada tidaknya koloni hitam pada VJA dan koloni hijau metalik dan merah muda pada EMBA.
C. Uji Kontaminasi Alat
1. Swab yang telah direndam dalam larutan NaCl 0,9% fisiologi disiapkan.
2. Swab diperas dengan cara ditekankan pada dinding tabung kemudian dipakai untuk menyeka permukaan luar tabung reaksi tersebut.
3. Selanjutnya diusapkan secara merata pada seluruh permukaan media cawan petri dan diinkubasi pada suhu 30oC selama 24 jam.
4. Jumlah koloni yang tumbuh pada permukaan cawan dihitung.

1. Uji Kontaminasi Udara
Pada percobaan uji kontaminasi udara, setelah diinkubasi selama 1-2 x 24 jam, medium Nutrien agar (NA) dan medium Potato Dekstrose Agar (PDA) di amati. Pada media Nutrien Agar ditemukan adanya koloni mikroba, hal ini membuktikan bahwa udara dalam suatu ruangan merupakan tempat pertumbuhan yang baik bagi mikroorganisme. Media Na merupakan media yang baik untuk menumbuhkan berbagai macam mikroba. Pada medium PDA tidak ditemukan adanya koloni mikroba. Densitas dari mikroba pada media NA dapat dihitung :
Jumlah koloni per cawan  60 menit/30 menit  144 in2
= 13  30  144
= 56.160
2. Uji Kebersihan tangan
Pada Uji Kebersihan tangan digunakan 2 macam media yaitu EMBA dan VJA.
- Media EMBA (Eosyn Methylen Blue Agar), merupakan media khusus yang digunakan untuk menumbuhkan bakteri koliform. Pada media ini digunakan 2 macam perlakuan yaitu :
a. Menyentuhkan Tangan Yang Sudah Di cuci
Pada media ini diberikan perlakuan dengan menyentuhkan tangan pada medium yang sebelumnya telah dicuci dengan sabun antiseptic. Berdasarkan pengamatan setelah 1  24 jam tidak ditemukan adanya koloni bakteri yang tumbuh. Hal ini terbukti bahwa sabun antiseptic dapat mrmrbersihkan tangan dari mikroba.
- Media VJA (Vogel Johnson Agar), merupakan media yang berfungsi untuk menumbuhkan bakteri Staphylococcus aureus. Pada media ini digunakan 2 macam perlakuan yaitu :
b. Menyentuhkan Tangan Yang Tidak Di Cuci
Pada media ini diberikan perlakuan dengan menyentuhkan tangan pada media yang sebelumnya tidak dicuci. Berdasarkan pengamatan tidak sitemukan adanya koloni bakteri, hal ini tidak sesuai dengan fakta yamh menyatakan bahwa banyak bakteri yang terdapat pada tangan khususnya yang tidak dicuci.
a. Menyentukan tangan yang sudah dicuci
Pada perlakuan ini setelah pengamatan ditemukan adanya koloni bakteri. Hal ini tidak sesuai dengan fakta yamg menyatakan bahwa setelah mencuci tangan dengan sabun antiseptic akan membersihkan tangan dari mokroba. Mikroba yang tumbuh mungkin disebabkan oleh air yang digunakan untuk mencuci tangan tidak steril atau adanya kontaminasi udara.
a. Menyentuhkan Tangan Yang Tidak Di Cuci
Pada perlakuan ini setelah pengamatan ditemukan adanya 9 koloni bakteri yang tumbuh. Yakni koloni bakteri Staphylococcus aureus. Mikroba yang berada pada cawan tersebut berasal dari kontaminasi bakteri yang berasal dari udara.
3. Uji Kebersihan Alat
Pada uji kebersihan alat digunakan swab steril. Swab tersebut sebelum digunakan direndam terlebih dahulu dalam NaCl fisiologis 0,9 % yang berfungsi untuk mensterilkan alat tersebut. Kemudian swab tersebut digosokkan pada daerah disekitar tabung, swab yang telah digosokkan kemudian disentuhkan pada media Nutrien Agar (NA). Setelah diinkubasi selama 1  24 jam dan dilakukan pengamatan ditemukan adanya 9 koloni mikroba yang tumbuh. Hal ini disebabkan oleh adanya kontaminasi udara yang mengandung banyak mikroba yang masuk pada saat media NA dibuka, sebagaimana kita ketahui media NA merupakan media pertumbuhan yang baik untuk berbagai macam mikroba. Kontaminasi ini terjadi melalui udara atau karena sentuhan tangan manusia.



















BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang diperoleh dari percobaan ini adalah :
- Banyak mikroba yang ada dalam udara. Hal ini terbukti dengan adanya koloni bakteri pada cawan petri.
- Alat laboratorium terkontaminasi oleh mikroba karena sentuhan tangan dan lewat udara. Hal ini terbukti dari adanya koloni bakteri pada cawan petri.
- Tangan kotor memiliki banyak mikroba dan dapat hilang setelah mencuci tangan dengan sabun antiseptik.
V.2 Saran
Saran saya, sebaiknya peralatan di laboratorium yang rusak diperbaiki atau digantikan dengan yang baru terutama mikroskopnya.










DAFTAR PUSTAKA

Bonang, G., 1982, Mikrobiologi kedokteran. PT Gramedia, Jakarta.
Dwijoseputro, 1989, Dasar-Dasar Mikrobiologi, Djambatan, Malang.
Gobel, B. Risco, dkk., 2008. Mikrobiologi Umum Dalam Praktek. Makassar : Universitas Hasanuddin.

Hadioetomo, R, S., 1990, Mikrobiologi Dasar Dalam Praktek, Gramedia. Jakarta.
Lay, Bibiana, W., 1994, Analisis Mikroba di Laboratorium, Pt Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Pelczar, Michael W., 1994, Dasar-Dasar Mikrobiologi 1, UI Press, Jakarta.
Volk, Wesley, A., Margaret F. Whleer, 1998, Mikrobiologi Dasar, Erlangga, Jakarta.

MEDIUM DAN CARA PEMBUATAN MEDIUM

BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Untuk menelaah mikroorganisme di laboratorium, kita harus dapat menumbuhkan mereka. Mikroorganisme dapat berkembang biak dengan alami atau dengan bantuan manusia. Mikroorganisme yang dikembangkan oleh manusia diantaranya melalui substrat yang disebut media. Untuk melakukan hal ini, haruslah dimengerti jenis-jenis nutrien yang diisyaratkan oleh bakteri dan juga macam lingkungan fisik yang menyediakan kondisi optimum bagi pertumbuhannya (Label, 2008).
Mikroorganisme yang kita isolasi harus kita ketahui jenis medium yang disukai sehingga dapat tumbuh dengan baik pada media. Dalam hal ini medium ini akan digunakan oleh mikroorganisme sebagai sumber energi untuk melakukan pertumbuhan dan perkembangbiakan maka hendaknya harus sesuai dengan komposisi bahan medium.
Berdasarkan hal tersebut di atas maka dilakukanlah praktikum ini untuk mempelajari macam- macam medium, cara- cara pembuatan dari beberapa medium dan sekaligus mengetahui bahan- bahan yang digunakan serta komposisi juga fungsi dari masing- masing bahan tersebut dalam membantu pertumbuhan mikroorganisme tersebut. Sehingga nantinya diharapkan dapat menumbuhkan, mengisolasi dan menguji sifat fisiologi atau perhitungan mikroorganisme tertentu.



I.2 Tujuan Percobaan
Adapun tujuan dari percobaan ini adalah :
1. Untuk mengetahui macam- macam medium baik berdasarkan susunan kimianya maupun berdasarkan konsistensinya.
2. Untuk mengetahui cara pembuatan komposisi medium dan fungsi dari medium semi alamiah.
I.3 Waktu dan Tempat Percobaan
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Rabu, 11 Maret 2009, pukul 14.00- 17.30 WITA dan bertempat di Laboratorium Mikrobiologi, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin, Makassar.










BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Media pertumbuhan mikroorganisme adalah suatu bahan yang terdiri dari campuran zat-zat makanan (nutrisi) yang diperlukan mikroorganisme untuk pertumbuhannya. Mikroorganisme memanfaatkan nutrisi media berupa molekul-molekul kecil yang dirakit untuk menyusun komponen sel. Dengan media pertumbuhan dapat dilakukan isolat mikroorganisme menjadi kultur murni dan juga memanipulasi komposisi media pertumbuhannya (Indra, 2008).
Mikroorganisme dapat ditumbuhkan dan dikembangkan pada suatu substrat yang disebut medium. Medium yang digunakan untuk menumbuhkan dan mengembangbiakkan mikroorganisme tersebut harus sesuai susunanya dengan kebutuhan jenis-jenis mikroorganisme yang bersangkutan. Beberapa mikroorganisme dapat hidup baik pada medium yang sangat sederhana yang hanya mengandung garam anargonik di tambah sumber karbon organik seperti gula. Sedangkan mikroorganime lainnya memerlukan suatu medium yang sangat kompleks yaitu berupa medium ditambahkan darah atau bahan-bahan kompleks lainnya (Volk, dan Wheeler,1993).
Akan tetapi yang terpenting medium harus mengandung nutrien yang merupakan substansi dengan berat molekul rendah dan mudah larut dalam air. Nutrien ini adalah degradasi dari nutrien dengan molekul yang kompleks. Nutrien dalam medium harus memenuhi kebutuhan dasar makhluk hidup, yang meliputi air, karbon, energi, mineral dan faktor tumbuh (Label, 2008).
Untuk menelaah bakteri di dalam laboratorium , pertama- tama kita harus dapat menumbuhkan bakteri tersebut di dalam suatu biakan murni. Untuk melakukannya haruslah dimengerti jenis- jenis nutrient yang disyartakan oleh bakteri dan juga macam lingkungan fisik yang mana dapat menyebabkan kondisi yang optimum bagi pertumbuhannya tersbut (Pelczar, 1986).
Adapun macam-macam media Pertumbuhan antara lain (Indra, 2008) :
1. Medium berdasarkan sifat fisik
Ø Medium padat yaitu media yang mengandung agar 15% sehingga setelah dingin media menjadi padat..
Ø Medium setengah padat yaitu media yang mengandung agar 0,3-0,4% sehingga menjadi sedikit kenyal, tidak padat, tidak begitu cair. Media semi solid dibuat dengan tujuan supaya pertumbuhan mikroba dapat menyebar ke seluruh media tetapi tidak mengalami percampuran sempurna jika tergoyang. Misalnya bakteri yang tumbuh pada media NfB (Nitrogen free Bromthymol Blue) semisolid akan membentuk cincin hijau kebiruan dibawah permukaan media, jika media ini cair maka cincin ini dapat dengan mudah hancur. Semisolid juga bertujuan untuk mencegah/menekan difusi oksigen, misalnya pada media Nitrate Broth, kondisi anaerob atau sedikit oksigen meningkatkan metabolisme nitrat tetapi bakteri ini juga diharuskan tumbuh merata diseluruh media.
Ø Medium cair yaitu media yang tidak mengandung agar, contohnya adalah NB (Nutrient Broth), LB (Lactose Broth).
2. Medium berdasarkan komposisi
Ø Medium sintesis yaitu media yang komposisi zat kimianya diketahui jenis dan takarannya secara pasti, misalnya Glucose Agar, Mac Conkey Agar.
Ø Medium semi sintesis yaitu media yang sebagian komposisinya diketahui secara pasti, misanya PDA (Potato Dextrose Agar) yang mengandung agar, dekstrosa dan ekstrak kentang. Untuk bahan ekstrak kentang, kita tidak dapat mengetahui secara detail tentang komposisi senyawa penyusunnya.
Ø Medium non sintesis yaitu media yang dibuat dengan komposisi yang tidak dapat diketahui secara pasti dan biasanya langsung diekstrak dari bahan dasarnya, misalnya Tomato Juice Agar, Brain Heart Infusion Agar, Pancreatic Extract.
3. Medium berdasarkan tujuan
Ø Media untuk isolasi
Media ini mengandung semua senyawa esensial untuk pertumbuhan mikroba, misalnya Nutrient Broth, Blood Agar.
Ø Media selektif/penghambat
Media yang selain mengandung nutrisi juga ditambah suatu zat tertentu sehingga media tersebut dapat menekan pertumbuhan mikroba lain dan merangsang pertumbuhan mikroba yang diinginkan. Contohnya adalah Luria Bertani medium yang ditambah Amphisilin untuk merangsang E.coli resisten antibotik dan menghambat kontaminan yang peka, Ampiciline. Salt broth yang ditambah NaCl 4% untuk membunuh Streptococcus agalactiae yang toleran terhadap garam.
Ø Media diperkaya (enrichment)
Media diperkaya adalah media yang mengandung komponen dasar untuk pertumbuhan mikroba dan ditambah komponen kompleks seperti darah, serum, kuning telur. Media diperkaya juga bersifat selektif untuk mikroba tertentu. Bakteri yang ditumbuhkan dalam media ini tidak hanya membutuhkan nutrisi sederhana untuk berkembang biak, tetapi membutuhkan komponen kompleks, misalnya Blood Tellurite Agar, Bile Agar, Serum Agar, dll.
Ø Media untuk peremajaan kultur
Media umum atau spesifik yang digunakan untuk peremajaan kultur
Ø Media untuk menentukan kebutuhan nutrisi spesifik.
Media ini digunakan unutk mendiagnosis atau menganalisis metabolisme suatu mikroba. Contohnya adalah Koser’s Citrate medium, yang digunakan untuk menguji kemampuan menggunakan asam sitrat sebagai sumber karbon.
Ø Media untuk karakterisasi bakteri
Media yang digunakan untuk mengetahui kemempuan spesifik suatu mikroba. Kadang-kadang indikator ditambahkan untuk menunjukkan adanya perubahan kimia. Contohnya adalah Nitrate Broth, Lactose Broth, Arginine Agar.
Ø Media diferensial
Media ini bertujuan untuk mengidentifikasi mikroba dari campurannya berdasar karakter spesifik yang ditunjukkan pada media diferensial, misalnya TSIA (Triple Sugar Iron Agar) yang mampu memilih Enterobacteria berdasarkan bentuk, warna, ukuran koloni dan perubahan warna media di sekeliling koloni.










Meskipun telah dijabarkan berbagai macam jenis dari medium, perlu diiingat bahwa tidak ada satupun perangkat kondisi yang memuaskan bagi kultivasi untuk semua bakteri di laboratorium. Bakteri amat beragam, baik dari persyaratan nutrisi maupun fisiknya. Beberapa berapa bakteri memiliki persyaratan nutrient yang sederhana, sedang yang lain memiliki persyaratan yang rumit. Karena alsan ini kondisi harus disesuaikan sedemikian rupa sehingga bisa menguntungkan bagi kelompok bakteri yang sedang ditelaah (Pelczar, 1986).
Medium yang padanya bakteri ditumbuhkan akan beranak dalam susunannya sesuai dengan kebutuhan jenis-jenis yang bersangkutan. Beberapa bakteri dapat hidup baik pada medium yang sangat sederhana yang hanya mengandung garam anorganik ditambah sumber karbon organik, seperti gula. Bakteri lain memerlukan suatu medium yang sangat kompleks yang kepadanya ditambahkan darah atau bahan-bahan kompleks lain – hampir semua media yang biasa dipakai sehari-hari dapat di beli secara komersil sebagai tepung kering. Jadi, untuk membuat suatu medium, yang harus dilakukan hanyalah menimbang jumlah tepung yang diperlukan, menambahkan air, dan mensterilkan sebelum dipakai (Volk and Wheler, 1988).
Suatu medium yang mengandung substansi kompleks seperti ekstrak daging sapi, ekstrak khamir, tripton, dan darah juga dapat disebut medium buatan atau medium kompleks (artificial or complex medium). Sebagai lawannya, kita mengacu pada medium yang rumus kimia masing-masing ramuannya dapat dituliskan sebagai medium sintetis (synththetical medium) atau medium yang ditentukan (defined medium). Medium sintetis mungkin sangat rumit dan sangat berbeda sesuai dengan organisme tertentu yang hendak ditumbuhkan. Untuk sebagian besar, medium sintetis hanya digunakan untuk menumbuhkan mikroorganisme di laboratorium penelitian. Media agar merupakan substrat yang baik untuk memisahkan campuran mikroorganisme, sehingga masing-masing jenisnya menjadi terpisah-pisah. Teknik yang digunakan untuk menumbuhkan mikroorganisme pada media agar memungkinkan setiap sel berhimpun menjadi koloni. Semua sel dalam koloni itu dianggap kesemuanya merupakan keturunan (progeni) suatu organisme dan karena itu mewakili apa yang disebut mikrobiologi biakan murni (Dwidjosputro, 1990).
Di samping itu, gelatin dapat juga dipakai sebagai bahan pengental dan memang dahulu orang memakainya tetapi sejak lama orang lebih suka menggunakan agar-agar. Agar-agar baru mencair pada suhu 950 C, sedangkan gelatin sudah mencair pada suhu 250 C. Dengan demikian medium yang mengandung gelatin perlu disimpan dalam tempat yang lebih dingin dari pada suhu kamar, jika dikehendaki medium tersebut tetap dalam keadaan padat. (Volk and Wheeler, 1988).










BAB II
METODOLOGI
III. 1 Alat
Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah cawan petri, erlenmeyer, sendok tanduk penangas, Autoklaf, bunsen, neraca ohaus, Oven, magnetik spiral, pengaduk, pisau, dan gelas ukur.
III.2 Bahan
Bahan yang dipergunakan pada percobaan ini adalah tauge, daging, kentang, dextrose, agar, sukrosa, pepton, aquadest, spiritus, alkohol dan korek api
III.3 Cara Kerja
Adapun cara kerja dari percobaan ini adalah :
A. Medium Tauge Ekstrak Agar (TEA)
• Untuk komposisi TEA 1000 mL
- Tauge : 100 gram
- Sukrosa : 60 gram
- Agar : 15 gram
- Aquadest : 1000 mL


• Untuk komposisi TEA 100 mL
- Tauge : 100/1000 x 100 = 10 gram
- Sukrosa : 60/1000 x 100 = 6 gram
- Agar : 15/1000 x 100 = 1,5 gram
- Aquadest : 1000/1000 x 100 = 100 mL
Cara Kerja :
• Memotong tauge pada bagian bawah akar dan bagian atas pucuknya
• Mengambil bagian tengah dan memotong- motong seukuran satu centimeter, kemudian mencucinya
• Menimbang tauge sebanyak 10 gr, sukrosa 6 gr, agar 1,5 gr, dan aquadest sebanyak 100 mL.
• Memasukkan tauge dan aquadest tadi ke dalam erlenmeyer kemudian mendidihkannya pada penangas.
• Setelah mendidih, mengangkat larutan tersebut dan menyaring ekstraknya dengan menggunakan kertas saring dan corong lalu memasukkannya ke dalam erlenmeyer.
• Menambahkan sukrosa dan agar lalu menambahkan aquadest hingga volumenya 100 mL dan mengaduknya.
• Memanaskan kembali hingga mendidih dan homogen lalu mengangkat dan menutup mulut erlenmeyer dengan menggunakan aluminium foil
• Menaruhnya dalam otoklaf dengan tekanan 2 atm selama 15- 20 menit .
• Menyimpan di dalam lemari pendingin.
B. Medium Potato Dextrose Agar (PDA)
• Untuk komposisi 1000 mL
- Kentang : 200 gram
- Dextrose : 15 gram
- Agar : 15 gram
- Aquadest : 1000mL
• Untuk komposisi 100 mL
- Kentang : 200/1000 x 100 = 20 gram
- Dextrose : 15/ 1000 x 100 = 1,5 gram
- Agar : 15/1000 x 100 = 1,5 gram
- Aquadest : 1000/1000 x 100 = 100 mL
Cara kerja :
• Mengupas kentang, memotong- motong seukuran dadu dan mencucinya hingga bersih.
• Menimbang kentang sebanyak 20 gr, dextrose 1,5 gr, agar 1,5 gr, dan aquadest sebanyak 100 mL.
• Memasukkan potongan kentang dan aquadest tadi ke dalam erlenmeyer kemudian mendidihkannya pada penangas.
• Setelah mendidih, mengangkat larutan tersebut dan menyaring ekstraknya dengan menggunakan kertas saring dan corong lalu memasukkannya ke dalam erlenmeyer.
• Menambahkan dextrose dan agar lalu menambahkan aquadest hingga volumenya 100 mL dan mengaduknya.
• Memanaskan kembali hingga mendidih dan homogen lalu mengangkat dan menutup mulut erlenmeyer dengan menggunakan aluminium foil
• Menaruhnya dalam otoklaf dengan tekanan 2 atm selama 15- 20 menit .
• Menyimpan di dalam lemari pendingin.



C. Medium Nutrient Agar (NA)
• Untuk komposisi 1000 mL
- Daging : 3 gram
- Pepton : 15 gram
- Agar : 15 gram
- Aquadest : 1000mL
• Untuk komposisi 100 mL
- Daging : 3/1000 x 100 = 0,3 gram
- Pepton : 15/1000 x 100 = 1,5 gram
- Agar : 15/1000 x 100 = 1,5 gram
- Aquadest : 1000/1000 x 100 = 100 mL
Cara kerja :
• Mencuci danging dengan air bersih kemudian menimbang dagingsebanyak 0,3 gr, pepton 1,5 gr, agar 1,5 gr, dan aquadest sebanyak 100 mL.
• Memasukkan potongan daging dan aquadest tadi ke dalam erlenmeyer kemudian mendidihkannya pada penangas.
• Setelah mendidih, mengangkat larutan tersebut dan menyaring ekstraknya dengan menggunakan kertas saring dan corong lalu memasukkannya ke dalam erlenmeyer.
• Menambahkan pepton dan agar lalu menambahkan aquadest hingga volumenya 100 mL dan mengaduknya.
• Memanaskan kembali hingga mendidih dan homogen lalu mengangkat dan menutup mulut erlenmeyer dengan menggunakan aluminium foil
• Menaruhnya dalam otoklaf dengan tekanan 2 atm selama 15- 20 menit .
• Menyimpan di dalam lemari pendingin.

Nama medium : Tauge Ekstrak Agar (TEA)
Tauge ekstrak agar (TEA) termasuk medium semi alamiah karena tersusun atas bahan alami (tauge) dan bahan sintesis (Sukrosa dan agar). TEA digunakan untuk menumbuhkan khamir dan kapang.
Fungsi bahan yang digunakan pada medium TEA :
- Tauge : Sebagai sumber vitamin, nitrogen organik dan senyawa karbon.
- Sukrosa : sebagai sumber gula dan energi
- Agar : Untuk memadatkan medium TEA.
- Aquadest : Untuk melarutkan agar, sukrosa, dan tauge.
Nama medium : Potato Dextrose Agar (PDA)
Potato dextrose agar (PDA) termasuk medium semi alamiah karena tersusun atas bahan alami (kentang) dan bahan sintesis (dextrose dan agar). PDA digunakan untuk menumbuhkan jamur.
Fungsi bahan yang digunakan pada medium PDA :
- Kentang : sumber karbon (karbohidrat), vitamin dan energi.
- Dextrose : sebagai sumber gula dan energi
- Agar : Untuk memadatkan medium PDA.
- Aquadest : Untuk melarutkan agar, dextrose, dan kentang.




Nama medium : Nutrient Agar (NA)
Nutrient agar (NA) termasuk medium semi alamiah karena tersusun atas bahan alami (daging) dan bahan sintesis (pepton dan agar). PDA digunakan untuk menumbuhkan semua mikroba.
Fungsi bahan yang digunakan pada medium NA :
- Daging : sebagai sumber vitamin B, mengandung nitrogen organik dan senyawa karbon.
- Pepton : sebagai sumber utama nitrogen organic dan sumber nutrisi
- Agar : Untuk memadatkan medium NA.
- Aquadest : Untuk melarutkan agar, pepton, dan daging.














BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang diperoleh dari percobaan ini adalah :
• Jenis medium dapat digolongkan berdasarkan konsistensinya berupa ; medium cair, medium padat, medium diperkaya, medium selektif, medium diferensiasi, medium penguji, medium umum, medium khusus, dan medium untuk perhitungan jumlah koloni. Sedangkan berdasarkan susunan kimianya berupa ; medium alamiah, medium semi alamiah, dan medium sintesis.
• Pada umumnya, pembuatan medium semi alamiah bahan umum yang digunakan yaitu agar untuk merapatkan medium dan aquadest sebagai pelarut. Bedanya pada medium Tauge ekstrak agar menggunakan tauge dan sukrosa sebagai sumber makanan bagi mikroba, pada medium Potato dextrose agar menggunakan kentang dan dextrose, dan pada Nutrient agar menggunakan daging dan pepton.
V.2 Saran
Sebaiknya praktikan diajarkan pula mengenai cara pembuatan medium yang lain sebab pada praktikum ini hanya medium TEA, PDA, dan NA saja yang dipraktikumkan.







DAFTAR PUSTAKA
Dwijoseputro, 1990. Dasar-Dasar Mikorobiologi. Penerbit Djambatan. Jakarta.

Indra., 2008, http//ekmon-saurus/bab-2-Media- pertumbuhan/.htm . diakses pada tanggal 08 maret 2009, Makassar.

Label, Caray.,2008, http//Caray label makalah –dan – skripsi pembuatan-media- agar dan-sterilisasi/htm .diakses pada tanggal 08 maret 2009, Makassar.

Pelczar, Michael, 1986, Dasar- Dasar Mikrobiologi, Universitas Indonesia, Jakarta.

Volk, dan Wheeler., 1993, Dasar- Dasar Mikrobiologi, Erlangga, Jakarta.

TeNtanG DiRiQ_

My photo
I’m collage in Hasanuddin University Fakultas MIPA Biology